Depok tidak hanya memiliki daya tarik dalam hal wisata kuliner yang banyak berderet di sepanjang kawasan Margonda. Atau keindahan wisata alamnya seperti situ. Namun Depok juga menyimpan kekayaan historis yang menyertai perjalanannya. Tengok saja bangunan dan rumah-rumah peninggalan Belanda masih berdiri kokoh. Warga Depok tentunya mengenal apa yang disebut Depok Lama atau Depok Tempo Dulu, karena awalnya pusat Kota Depok itu ada di Depok Lama. Jadi, kalau bicara sejarah Depok, tentunya dimulai dari Depok Lama ini
Perkembangan Depok juga tidak terlepas dari perjalanan orang-orang Belanda yang membangun kawasan di pinggiran Ibukota ini sehingga sekarang menjelma jadi satu wilayah yang padat penduduk dan dinamis. Namun, pesatnya pertumbuhan kota yang lambat laun terus mengancam sejumlah aset sejarah dan cagar budaya peninggalan masa silam, khususnya bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Atas kekhawatiran inilah, lahirnya Lembaga Cornelis Chastelein (LCC).
Ketua Umum LCC, Velentino Jonathans, yang merupakan salah satu keturunan dari saksi sejarah Kota Depok, menjelaskan, fungsi LCC sebagai suatu komoditi yang memunyai anggota yang mempertahankan sejarah Depok, baik bentuk fisik maupun nonfisik.
Contohnya, merawat rumah Cornelis Chastelein dan Pemakaman Kamboja, tempat dimakamkannya Cornelis Chastelein dan pejabat VOC serta tuan tanah pada zaman Belanda.
Cornelis Chastelein adalah Salah seorang pegawai VOC yang datang ke Batavia (tahun 1674). Ayah Cornelis adalah Anthony Chastelein seorang Perancis penganut Hugenot (Protestan) yang pindah ke Belanda dan menikah dengan wanita Belanda yang bernama Maria Cruidenar. Menurut Valentino, hanya ada 30 unit rumah peninggalan Belanda yang masih asli dari sebenarnya 50 unit rumah. Selain itu, terdapat juga sebuah gereja tua, yaitu Gereja Immanuel dan Rumah Sakit Harapan yang merupakan gedung bekas pemerintahan Depok dulu. Ada juga sebuah jembatan, yaitu jembatan Panus.
Rumah dan bangunan tersebut semuanya berada di Depok Lama, tepatnya di Kecamatan Pancoran Mas. ''Kondisi 30 unit rumah yang ada sekarang sudah banyak yang direnovasi. Hanya beberapa yang masih asli, tapi itu pun kondisinya sudah tidak terawat,'' papar Valentino yang mengaku cukup cemas akan hilangnya bangunan-bangunan tua sebagai saksi sejarah Depok.
Bagunan sisa peninggalan Belanja lainnya adalah Jembatan Panus. Sayangnya, jembatan tua ini kini tampak tidak terawat, bahkan keberadaannya sudah bukan untuk umum lagi. Tapi, untuk lalu lintas menuju sebuah perumahan real estate.
Jembatan tersebut tadinya merupakan jembatan yang ramai dilalui kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Tapi, sejak dibangunnya jembatan baru yang lebih lebar di dekatnya, maka jembatan tersebut seakan menjadi jembatan khusus untuk ke kompleks perumahan yang berada di dekat jembatan itu.
Orang Depok mengenal jembatan yang melintasi Sungai Ciliwung ini dengan nama Jembatan Panus. Panus merupakan nama panggilan untuk Stefanus Leander, yang membangun jembatan tersebut pada 1917-1918. Waktu itu, Opa Panus (demikian orang Depok memanggilnya), membuat pancuran yang airnya berasal dari mata air yang terdapat di tebing Sungai Ciliwung. Air pancuran itu digunakan penduduk sekitar, untuk mandi, cuci, dan air minum. Sampai sekarang, mata air itu masih tetap mengeluarkan air.
Jembatan Panus kemudian menjadi jembatan penting yang menghubungkan Depok dengan Bogor maupun Batavia (Jakarta). Jalan yang melintasi jembatan tersebut makin lama makin ramai. Kendaraan bermotor semakin bertambah banyak, belum lagi para pejalan kaki. Akibatnya sering terjadi kemacetan di jembatan tersebut, sehingga akhirnya dibangunlah sebuah jembatan baru, yang lebih lebar di dekat jembatan tua ini.
Pada tahun 1700 Cornelis Chastelein mendirikan gereja sederhana dari kayu. Tahun 1792 gereja tersebut dipugar dan dibangun dari batu. Namun tahun 1836 gedung gereja rusak oleh gempa bumi. Tahun 1854 dibangun kembali gereja permanen yang cukup lama berfungsi sampai tahun 1996 dilakukan renovasi karena keadaannya telah rusak parah.
Sementara itu, kondisi bangunan rumah tua Pondok Cina, sudah beralih fungsi. Pengelola Margo City telah merevitalisasi bangun tua ini seperti saat ini. Meski demikian di dinding kafe masih terpampang sejumlah foto-foto gedung sejak zaman dulu, sehingga pengunjung kafe bisa mengetahui sejauh mana sejarah perkembangan gedung tua ini.
Juga masih terlihat sejumlah foto-foto gedung sebelum berubah menjadi kafe. Selain itu, di beberapa tembok mal, terdapat pula sejumlah poster yang berisi penjelasan mengenai bangunan tua di Kota Depok, lengkap dengan cerita Depok Lama. Nama Pondok Cina sendiri muncul lantaran daerah tersebut kerap dijadikan tempat berniaga salah satu etnis. Sebelumnya, Pondok Cina penuh dengan pohon karet.
Menurut A Heuken dalam bukunya Historical Sites of Jakarta, nama Pondok Cina sudah dikenal sejak tahun 1690. Bahkan tahun 1703, masuk dalam Dagregister (agenda harian) kastil Kumpeni.
Ketika terjadi gempa bumi kuat tahun 1834 yang merusakkan Istana Buitenzorg, rumah Pondok Cina itu juga mengalami kerusakan yang parah. Heuken menyebutkan, sejak tahun 1866 rumah itu menjadi milik keluarga Tan. Kemudian rumah itu mengalami perbaikan pada tahun 1898. Tidak diketahui apakah Lauw Tjeng Siang membeli gedung dan tanah itu dari keluarga Tan, ataukah tanah yang ia miliki terletak di tempat lain.
Memang masyarakat secara umum masih kurang mengerti dan menghargai arti penting dari benda-benda bernilai sejarah atau cagar budaya tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya sosialisasi terkait benda cagar budaya dan arti pentingnya.
Untuk itu, perlu terus disosialisasikan bahwa peninggalan sejarah berupa situs dan benda cagar budaya merupakan bagian dari perjalanan sebuah masyarakat dan bangsa. Kita dapat belajar dari masa lalu, sekaligus merupakan identifikasi sebuah bangsa. Tentu kita tidak mau kehilangan jejak sejarah dan identitas kita karena hilangnya benda-benda cagar budaya.
Kunjungan malam Sobat
ReplyDeleteSalam kenal dan sukses selalu
Bung Valentino...saya doakan agar tetap semangat melalui LCC yang anda pimpin, agar Depok Lama dengan bangunan-bangunan peninggalan Belanda menjadi hilang atau tergusur oleh perkembangan jaman. Aset-aset bersejarah seperti jembatan "Panus" harus terjaga keasliannya, agar kota Depok menjadi kota kunjungan Parawisata untuk turis Mancanegara.
ReplyDeletesekarang mah dah berubah semuanya
ReplyDeletedah berubah skarang mah
ReplyDeleteToko patung mana toko patung
ReplyDelete