Anak Indonesia Disuntik Racun TV


Hari ini merupakan puncak peringatan Hari Anak Indonesia (HAI) 2010. Peringatan HAI tahun ini dipusatkan di Sasana Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah.

Dalam kesempatan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amelia Gumelar hadir dalam kegiatan tersebut.

Selain itu, ratusan anak dari berbagai sekolah meramaikan acara yang sekaligus mencanangkan gerakan Indonesia Sayang Anak. Dalam pidatonya, Presiden SBY menyebutkan salah satu kasus video porno sebagai tragedi untuk anak Indonesia. "Mari kita camkan, mari introspeksi terhadap masalah tragedi itu terjadi," ucap Presiden.

Ya, beredarnya video porno yang melibatkan artis papan atas Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari adalah pukulan telak bagi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Citra Indonesia tercoreng dengan video mesum tersebut. Dampaknya dari film cabul itu di masyarakat luar biasa, tak hanya heboh di dunia maya.

Yang memprihatinkan dari peredaran video esek-esek ini berdampak buruk terhadap moralitas generasi muda. Diberitakan, gara-gara nonton video dewasa ini, remaja tanggung tega memperkosa gadis ingusan yang masih tetangganya.

Efek dari video porno tersebut kian meluas sejalan dengan gencarnya pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik. Terutama, media televisi yang seakan berlomba-lomba menyajikan kasus "Peterporn" untuk mendongkrak rating.

Tak heran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kerap melayangkan teguran kepada beberapa acara infotaimen di stasiun televisi lantaran menabrak etika dan kaidah-kaidah jurnalistrik. Tapi teguran tak membuat jera, bak angin berlalu.

Belum habis polemik video Ariel cs, lagi lagi stasiun televisi menyajikan tayangan yang tidak mendidik. Aksi Krisdayanti berciuman dengan Raul Lemos yang notabene masih berstatus suami Silvalay Noor Athalia.

KPI pun secara khusus menggelar rapat guna membahas adegan dalam isi siaran yang dinilai tidak pantas dipertontonkan kepada publik, terutama anak-anak. Protes keras juga dilayangkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait bahkan menilai ciuman mantan istri Anang Hermansyah ini dengan Raul Lemos adalah sebuah pornoaksi yang menjadi kado pahit dalam peringatan HAI kali ini.

Kekuatan media massa dalam hal ini televisi ibarat jarum suntik. Jika isinya baik, maka masyarakat baik pula. Tapi sebaliknya, bila isinya virus maka masyarakat menjadi sakit.

Memang bila diamati banyak hal yang menggelisahkan saat menyaksikan program televisi belakangan ini. Hampir semua stasiun-stasiun televisi memutar sinetron yang cenderung mengarah mistik, sadisme, pornografi, dan kemewahan. Begitu juga dengan tanyangan kriminal, tak kalah mencemaskan.

Sepertinya tayangan tersebut sengaja ditampilkan yang satu televisi dengan lainnya, tanpa memedulikan dampak buruk bagi pemirsanya. Keprihatinan ini semakin kian menjadi-jadi karena acara-acara yang tidak edukatif ini dengan mudahnya dikonsumsi kalangan anak-anak.

Sifat anak dengan rasa keingintahuan sangat besar dan serba ingin mencoba tentunya menjadi jembatan hinggapnya pola-pola kebiasaan buruk yang ditampilkan televisi. Anak meniru apa yang dilihatnya di layar kaca. Remaja tanggung yang memerkosa gadis tetangganya adalah bukti dari dampak buruk tanyangan televisi.

Atau anak yang meng-smakdown teman sepermainannya. Sekelompok anak ABG dengan pakaian seksi dan bergaya gaul, minim tatakrama pada orang yang lebih tua, hingga pergaulan bebas juga tidak terlepas dari pengaruh sinetron yang hampir saban hari mereka cicipi.

Sampai kapan generasi muda bangsa ini terus disuntik racun televisi. Bisa jadi bila tidak ada upaya serius dari berbagai pihak untuk menyikapi kegelisahan terhadap fenomena ini, moralitas anak muda menjadi pertaruhan.

Sekedar renungan di HAI yang mencanangkan gerakan Indonesia Sayang Anak ini, kita berharap bukan hanya slogan belaka melainkan tekad dan komitmen untuk menyelamatkan masa depan generasi muda dari jurang degradasi moral yang gejalanya sudah tampak jelas.

Praktisi televisi dituntut konsisten dalam mengedepankan kepentingan publik di atas segala-galanya, bukan hanya tuntutan persaingan bisnis. Fungsi media sebagai kekuatan sosial keempat tidak hanya memberikan sajian hiburan, namun diamanatkan untuk melakukan pendidikan dan tanggung jawab sosialnya.

Masyarakat tentunya berharap, media televisi menyiarkan tayangan-tanyangan yang positif dan sehat bagi perkembangan anak Indonesia. Ayo kita lindungi anak Indonesia dari tayangan televisi yang tidak mendidik.

Comments