Menghargai Benda Cagar Budaya


Masyarakat secara umum masih kurang mengerti dan menghargai arti penting dari benda-benda cagar budaya. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya sosialisasi terkait benda cagar budaya dan arti pentingnya.

Masyarakat sekitar juga dapat menjadi berjarak dengan situs atau benda cagar budaya tersebut karena perbedaan zaman dan kultur. Sebagai contoh, peninggalan baik berupa situs maupun cagar budaya makam kuno, bagunan bersejarah dan sebagainya.
Kondisi ini berbeda dengan kepercayaan dan kultur yang dipeluk masyarakat sekitar cagar budaya saat ini, sehingga penghargaan terhadap benda cagar budaya itu pun mengalami pergeseran.

Untuk itu, perlu terus disosialisasikan bahwa peninggalan sejarah berupa situs dan benda cagar budaya merupakan bagian dari perjalanan sebuah masyarakat dan bangsa.
Situs dan benda cagar budaya merupakan jejak sejarah sehingga kita dapat belajar dari masa lalu, sekaligus merupakan identifikasi sebuah bangsa. Tentu kita tidak mau kehilangan jejak sejarah dan identitas kita karena hilangnya benda-benda cagar budaya.

Namun pada akhirnya, apresiasi masyarakat terhadap benda cagar budaya yang rendah menjadi salah satu faktor semakin tingginya ancaman, seperti pencurian, perusakan, dan pemalsuan terhadap benda cagar. Hal ini terjadi hampir di semua wilayah di tanah air, tak terkecuali Depok.

Ancamah rusak atau hilangnya situs dan cagar budaya juga tidak terlepas dari ketidakjelasan payung hukum yang menjamin keberadaan bangunan-bangunan tua, makan kuno, tetap lestari.

Seperti diketahui Depok kaya dengan peninggalan sejarah, baik semasa penyebaran agama Islam, maupun penjajahan Belanda. Misalnya, di kawasan Depok Lama, persisnya di Jalan Pemuda dan sekitarnya, banyak sekali terdapat bangunan dan rumah tua peninggalan Belanda. Salah satunya rumah kediaman Cornelis Chastelein, pendiri Kota Depok, yang saat ini menjadi kantor Lembaga Cornelis Chastelein.

Ada juga Gereja Immanuel yang didirikan pada abad ke-18, kemudian gedung Rumah Sakit Harapan, yang dulunya adalah gedung Pemerintahan Cornelis Chastelein ), Jembatan Panus, serta rumah-rumah peninggalan para pengikut Cornelis Chastlein. Peninggalan bangunan dan rumah-rumah tua tersebut semuanya merupakan milik pribadi sesuai dengan surat wasiat Chastelein.

Makam keramat dan sumur tujuh di Keluarahan Beji, makam kumbang di RT02/RW 05 Kel. Kalibaru, Sukmajaya, atau tepatnya di depan gedung DPRD Kota Depok merupakan makam lelulur, yang kini memerlukan perhatian dari semua kalangan agar terpelihara dengan baik.

Begitupun dengan Rumah Tua Pondok Cina turut merana lantaran beralih fungsi menjadi kafe, meski kontruksi bagunan sebagian masih dipertahankan. Rumah tua bersejarah ini harus mengalah demi kepentingan komersil.

Pada akhirnya, keutuhan atau kelestarian situs, cagar budaya, benda purbakala bukan hanya terancam oleh tangan-tangan yang tidak bertangung jawab untuk mencari keuntungan pribadi, tanpa peduli akan nilai histori yang tersimpan di dalamnnya. Namun, ketidakpastian hukum yang menjadi jaminan perlindungan juga memberikan kontribusi.

Di sini tanggung jawab pemerintah, kepedulian masyarakat dan mereka yang cinta terhadap peninggalan masa silam yang tak tenilai itu menjadi pelindung dan pemelihara agar tidak hilang jejak sejarah. Pepatah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai sejarahnya.

Comments