Dari kajian Gerakan “Jangan Bugil Depan Kamera!” (JBDK) menemukan beberapa kecenderungan perilaku masyarakat Indonesia di internet serta berkenaan dengan teknologi informasi. Hal ini setidaknya mencerminkan betapa seriusnya gejala pornografi di Indonesia.
Koordinator JBDK Peri Umar Farouk mengungkapkan survei awal yang dilakukannya pada pertengahan tahun 2007 berhasil mengumpulkan 500 lebih mini video porno Indonesia. Pada 2008 jumlahnya naik sebesar 20 persen sedangkan pada 2009 diperkirakan ada lebih dari 800 mini video porno ABG lokal.
Bahkan tahun ini diperkirakan lebih banyak lagi, karena kecenderungan produksi video dan foto-foto mesum dalam setiap bulan meningkat dua kali lipat. ”Penyebarannya pun semakin terang-terangan dengan terbitnya beberapa situs koleksi khusus mini video porno Indonesia, yang bisa diunduh setiap orang hanya dengan membayar access-fee tidak lebih dari Rp350.000,” ungkap Peri.
Dia memaparkan, peringkat akses Indonesia dengan kata kunci sex, xxx, serta porno, dan kata kunci beberapa idola sex dunia, menurut tool statistik google.com yang dikenal sebagai googletrends, meningkat terus setiap tahunnya.
Dengan kata kunci ‘sex’, Indonesia menduduki peringkat ke-5 sedunia di tahun 2006. Tahun 2007 meningkat ke peringkat 4. Dan terakhir, tahun 2008 bertengger di nomor 3. Dengan kata kunci ‘Pamela Anderson’, bintang porno Hollywood, Indonesia menclok di peringkat 1 dunia. Bahkan dengan kata kunci idola sex Jepang, ‘Maria Ozawa’ alias ‘Miyabi’, 4 tahun berturut-turut sampai tahun ini, Indonesia memegang rekor bertahan sebagai juara 1.
Menurut Peri, yang memprihatinkan lagi bila dilihat lebih lanjut, berdasarkan data google.com tersebut, daerah-daerah pengaksesnya adalah kota-kota di mana konsentrasi pelajar dan mahasiswa berada. Di peringkat pertama akan terlihat kota Yogyakarta, Semarang, kemudian diikuti Palembang, Jakarta, Bandung, dan lain-lain.
Lebih lanjut dipaparkan, di samping menggambarkan adanya perilaku serta pergaulan pelajar dan mahasiswa yang problematik, serta pola pengasuhan dan pendidikan yang kurang menanamkan wawasan dan tanggung jawab, hal ini dapat diterjemahkan pula sebagai salah tujuan yang bersifat ekonomi.
Menurut Peri, akses berkonotasi porno, atau sekurang-kurangnya berkonotasi seksual menghabiskan akses-akses publik yang bersifat murah atau bersubsidi, bahkan gratis yang seharusnya dipakai untuk akses yang lebih bermanfaat, seperti: hotspot di berbagai tempat publik, tempat perbelanjaan, tempat jajan, hotel, alun-alun, sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan, dan lain-lain.
Misalnya, angka akses yang tertera di youtube.com, situs populer penyedia video di internet. Untuk mini video skandal anggota DPR dengan penyanyi dangdut YZ-ME. Dalam sebulan akses di tahun 2006, mencapai 1,96 juta, sehingga dengan perhitungan disederhanakan dengan biaya akses Rp1.000, total menghasilkan angka Rp1,96 miliar.
“Angka yang bisa mencapai ratusan kali lipat bila mengalikannya dengan biaya semua kecenderungan pornografis masyarakat Indonesia di internet selama ini,” papar Peri.
Comments
Post a Comment