Setelah melalui proses seleksi, Pansel calon pimpinan KPK menyerahkan dua nama untuk dipilih Presiden SBY. Ketua Komisi Yudisial (KY) non-aktif Busyro Muqoddas dan praktisi hukum Bambang Widjojanto.
Keduanya terpilih setelah menyisihkan 287 calon yang mendaftar capim KPK. Busyro dan Bambang mengalahkan lima calon lainnya yakni Chairul Rasyid (purnawirawan polisi), Dr Fachmi (jaksa pada Kejaksaan Agung), Jimly Asshiddiqie (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), I Wayan Sudirta (mantan anggota DPD dari Bali), dan Meli Darsa.
Pengumuman capim KPK tersebut disampaikan Ketua Pansel Pimpinan KPK, Patrialis Akbar dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, hari ini dan disiarkan langsung beberapa stasiun televisi nasional.
“Akhirnya pansel menetapkan dua calon pengganti pimpinan KPK yaitu Dr Muhammad Busyro Muqoddas dan Dr Bambang Widjoyanto,” ungkap Patrialis yang menyebutkan mereka dinilai terbaik dari seluruh calon yang terdaftar.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie yang sebelumnya ramai diberitakan sebagai kandidat kuat, akhirya gagal. dari awal, pencalonan Jimly banyak disorot lantaran diduga titipan Istana.
Dugaan tersebut didasari karena kedekatan Jimly dengan SBY. Dalam beberapa momen Jimly juga kerap menyuarakan atau mendukung kebijakan SBY. Belakangan, jelang pengumuman capim KPK yang akan diserahkan ke Presiden, Jimly digoyang isu tak sedap. Dia dituding menerima gratifikasi dana abadi umat (DAU) Kementerian Agama.
Apakah kegagalan Jimly terkait dengan pernyataannya bahwa akan mundur dari pimpinan KPK jika tidak terpilih sebagai ketua KPK? Saya menilai sikap ini diambil Jimly untuk keluar dari bursa pimpinan KPK secara elegan. Lepas dari polemik tudingan yang merusak citra baiknya.
Hal ini juga tidak terlepas dampak psikologis dari penggiat antikorupsi yang menyoal pencalonannya, dengan isu titipan Istana dan DAU. Saya pikir pernyataan Jimly mundur jika tidak terpilih tidak harus dinilai arogansi. Kapasitasnya sebagai guru besar hukum tata negara mustahil lupa atau tidak tahu jika yang menentukan ketua KPK adalah DPR setelah komposisi pimpinan KPK lengkap.
Pansel KPK hanya mengusulkan dua nama ke presiden dan selanjutnya hak prerogatif SBY untuk menyodorkan satu nama atau dua-duanya ke legislatif. Dan DPR-lah yang nantinya menentukan siapa pengganti dari Antasari Azhar itu.
Mungkin dengan pernyataan tersebut, Jimly memberikan sinyalemen kepada Pansel KPK jika dirinya mundur dari pencalonan. Apakah Pansel melihat itu sehingga akhirnya tidak meloloskan mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu? Mungkin juga. Sebab, pansel meminta semua calon yang lolos wawancara diminta tidak mundur.
Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menilai keberanian Jimly mrngutarakan pernyataannya saat tes wawancara Pansel KPK menunjukkan Jimly adalah calon titipan penguasa. “Ini artinya sejak awal Jimly sudah deal dengan pihak yang menawarkannya untuk ikut seleksi capim KPK,” katanya seperti ditulis okezone.
Jika memang Jimly calon kuat Pimpinan KPK yang didukung Istana sehingga tercapai satu deal, saya pikir Jimly tidak akan menyatakan sikap yang dinilai arogan dengan tidak bersedia menjadi anggota KPK. Atau, situasi politik yang belakangan ini tengah menyorot Istana, SBY sendiri yang meminta Jimly mundur dengan membuat pernyataan kontroversi saat di wawancara pansel. Jawaban pasti dari kemungkinan ini yang tahu hanya Jimly sendiri.
Saat muncul isu titipan Istana dan dana DAU Kementerian Agama, saya sendiri prihatin. Selama ini saya kagum atas sosoknya yang brilian. Ada bagusnya, dengan gagalnya menjadi capim KPK, tudingan-tudingan tersebut secara tidak langsung terbantahkan. Kiranya sangat disayangkan, seandainya Jimly terpilih menjadi pimpinan KPK, hanya atas dasar deal dengan pihak Istana. Lebih baik Jimly tetap sebagai guru bangsa yang terus menyemangati dan mengawal perbaikan tatanan kehidupan negara dari pada menjadi boneka kekuasaan.
Ini sangat membahayakan kapasitas dan kredibilitas Jimly sendiri. Selain itu, jika benar pimpinan KPK nanti adalah kepanjangan tanganan Istana, ya pupuslah harapan luhur pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK bukan lagi lembaga antikorupsi yang independen, tapi kedok dari kepentingan penguasa.
Kini menjadi pertanyaannya setelah Jimly kandas, siapa di antara Busyo dan Bambang yang akan membawa pesan Istana? Ya, tidak bisa dipungkiri pemerintah pastinya simpan kepentingan di KPK. Sebab itu wajar, lolosnya dua capim ini juga tidak lepas intervensi pemerintah meski ini dibantan Kemenkum HAM Patrialis Akbar.
Sejumlah pihak mengalamatkan Istana menggolkan mantan Ketua KY Busyro lantaran advokat Bambang memiliki resistensi terhadap DPR. Terkait isu ini, Ketua Pansel KPK Patrialis yang juga Kemenkum HAM menegaskan, tidak ada intervensi pemerintah di dalam proses pemilihan Bambang dan Busyro. “Seratus persen atas kerja Pansel, tidak ada titipan dari siapa-siapa,” tandasnya.
Ya, kalau begitu kita tunggu bukti tidak ada titipan penguasa dalam seleksi capim KPK ini.
Comments
Post a Comment