Tiang Gantung Menunggu Pahlawan Devisa


Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat enam juta tenaga kerja Indonesia (TKI) bekerja di 42 negara yang berasal dari 361 kabupaten/kota di 33 provinsi di Indonesia.

TKI yang bekerja di negeri asing ini memang ada yang bernasib mujur dengan penghasilan berkali lipat jika dibandingkan kerja serupa di Tanah Air. Namun banyak pula yang bernasib tragis. Para TKI ini justru mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari majikannya. Tak sedikit yang pulang dari negara tempat mereka dipekerjakan dalam kondisi di sekujur tubuh penuh luka, atau stres alias gila.

Bahkan kita juga kerap menyaksikan di tanyangan televisi, TKW dipulangkan dalam peti dengan keadaan sudah terbujur kaku. Penyebabnya, beragam. Kecelakaan saat terjatuh dari lantai gedung karena nekat melarikan diri, akibat tak tahan perlakukan majikan kejam. Ada juga yang tewas di tangan anak majikan lantaran melawan saat diperkosa. Pun yang berakhir di tiang gantungan lantaran terlibat tindak kriminal berat dan terjerumus mafia narkoba.

Potret buram pahlawan devisa ini ternyata tidak menyurutkan niat penduduk Indonesia berangkat menjadi TKI. Sayangnya, pihak terkait yang berwenang dalam masalah ini justru tidak memiliki data pasti alias simpang siur mengenai jumlah WNI yang terlilit kasus dan terancam hukuman mati.

Padahal, dalam setiap kesempatan otoritas mengaku selalu memberikan perlindungan kepada TKI berpekara demi menjamin hak-haknya. Data teranyar yang dirilis Migrant Care, Kontras, dan Infid mencatat terdapat 345 kasus WNI, termasuk buruh migran di Malaysia yang terancam hukuman mati.

Namun Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Dai Bachtiar menyebutkan, sedikitnya ada 6.845 TKI ditahan di Penjara Kajang, Malyasia. Dari 6.845 narapida tersebut 4.804 kasus imigrasi, 658 kasus narkoba, 177 akan dijatuhi hukuman mati, empat kasus menunggu keputusan dan tiga kasus sudah divonis hukuman mati, dan sisanya terkait kasus pidana lainnya.

Selain di Malaysia, ternyata ada juga TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Jumlah total TKI yang terlibat kasus pidana dan diancam hukuman mati sebanyak 12 orang. Belum lagi, kasus-kasus serupa di negara lainnya, sehingga menambah jumlah TKI yang bernasib pilu.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat mengatakan, Pemerintah Malaysia sering melakukan kriminaliasi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Banyak TKI yang tidak salah sering dipermasalahkan di Majelis Rayuan atau semacam Pengadilan Tingi Negeri di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan sejauh mana pemerintah melindungi TKI dari tindakan kriminalisasi tersebut?

Meski korban terus berjatuhan, ternyata penanganan TKI sampai sekarang belum ada kemajuan berarti. Sebenarnya, bibit problem TKI sudah ada di Tanah Air. Yakni, sejak niat untuk menjadi calon TKI. Faktor ekonomi untuk mendapatkan uang banyak untuk lepas dari belenggu kemiskinan mendominasi pilihan hidup ini.

Sayangnya, mereka tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan memadai sebagi modal bekerja di luar negeri. Hanya modal nekat, dan cita-cita dapat mengubah jalan hidup. Adanya kesenjangan budaya dan pengetahuan antara majikan dan pekerja juga menjadi celah konflik yang pada akhirnya merugikan TKI itu sendiri.

Ditambah lagi, TKI yang mengalami kekerasan tidak tahu harus mengadu ke mana, sehingga hanya bisa pasrah. Derita TKI ini tidak hanya selesai sampai di sini. Saat tiba kembali di Tanah Air, mereka justru menjadi objek empuk pemerasan dari oknum dan calo. Lengkap sudah penderitaan TKI. Wajar, kisah TKI di tanah orang tidak akan berakhir selama pemerintah tidak memperbaiki kebijakannya. Atau cerita tragis TKI, akan seleasi jika pemerintah berani menyetop ekspor "orang" tersebut.

Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan TKI dari tiang gantung? Pastinya, negara atau pemerintah harus peduli. Bila perlu dengan segala cara pemerintah harus membawa pulang warga negaranya dengan selamat, lepas dari tiang gantung.

Para TKI yang kini mendekam di tahanan dan diliputi harap-harap cemas, hanya bisa bersabar menunggu dan berdoa. Mudah-mudahan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar bersama Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar agar berupaya sekuat tenaga menyelamatkan nyawa tenaga kerja Indoensia yang terancam hukuman mati di Malaysia, dapat membuahkan hasil.

Toh masih segar dalam ingatan, Malaysia sukses memboyong 12 warganya yang ketangkap basah mencuri ikan di wilayah Indonesia dengan dibarter tiga petugas Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP). Para pencuri ini dapat kembali ke pangkuan keluarganya tanpa melalui pengadilan di Indonesia dan mereka bangga pada pemerintahnya yang peduli.

Indonesia harus belajar dari pengalaman pahit ini demi harkat dan derajat warganya di mata asing. Jemputlah pahlawan-pahlawan devisa ini. Jangan biarkan mereka meregang nyawa di tiang gantung haya gara-gara membela diri dari perlakuan tidak manusiawi sang majikan.

Comments