Belajar Bahasa dari Jepang


Bangsa Indonesia sepertinya perlu banyak belajar dari bangsa Jepang, Prancis, maupun Arab dalam semangat mencitai dan menghormati bahasa kebangsaannya.

Mereka lebih peduli terhadap bahasanya sendiri dari pada menggunakan bahasa asing. "Coba saja kita pakai bahasa Inggris di Jepang, Prancis, atau Arab, mereka kurang menanggapi," ungkap budayawan Remy Silado.

Sifat bahasa yang terbuka dan berkembang juga tidak bisa dihindari di negara manapun. Di Jepang pun demikian, tapi dilakukan setelah menyerap dan membakukannya menurut bahasa setempat. "Bangsa Jepang punya kebanggaan yang besar terhadap budayanya sendiri, termasuk bahasa yang sudah menjadi bahasa budaya dan sastra mereka," jelas dia.

Ini berbeda dengan di situasi di Indonesia, justru banyak yang merasa hebat bila berbicara banyak dicampur istilah asing daripada bahasa serapan yang telah dibakukan oleh Pusat Bahasa.

Mengingat gejala ini yang kian memprihatinkan, maka harus ada upaya untuk melindungi eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan. Bahasa sebagai identitas bangsa harus dipertahankan. Caranya, menumbuhkan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

"Pejabat harus beri contoh yang baik kepada rakyat. Dalam kegiatan resmi, janganlah gaya-gayaan pakai istilah asing," jelas Remy yang memandang perlunya kampanye peduli bahasa Indonesia.

Lebih lanjut dia memaparkan, Pusat Bahasa pernah melayangkan surat kepada pemerintah, khsusnya Pemprov DKI Jakarta soal penggunaan istilah asing yang salah kaprah ini. "Tapi tak pernah didengar oleh pemerintah. Misalnya penggunaan kata busway, kenapa tidak Trasjakarta," ucap Remy yang menyebutkan banyak dijumpai kekeliruan dalam berbahasa ini di lingkungan pemerintahan.

Persoalan bahasa ini mencuat setelah Presiden SBY dalam beberapa kegiatan resmi banyak mengutip istilah asing. Dari catatan okezone, dalam pidato pembukaan pasar di Gedung Bursa Efek Jakarta, kemarin Presiden SBY setidaknya melafalkan 54 kali istilah dalam bahasa Inggris, di antaranya, “Dalam melakukan evaluasi kita harus merujuk pada parameter dan ukuran yang jelas. Correct measurement.”

Selain itu, “Jangan mengukur sesuatu yang tidak menjadi rencana yang dijalankan pemerintah pada 2010 kemarin, termasuk means yang kita gunakan.”

Pernyataan lain, “Bukan hanya ditinjau dari implementasi dari kinerja pemerintah. Tetapi, secara umum, in general, kita harus juga melihat…”

Padahal, pada Oktober 2003, Presiden SBY pernah dinobatkan sebagai salah satu dari enam tokoh publik berbahasa Indonesia lisan terbaik oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kemendiknas). Saat itu, SBY masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, dan Keamanan di Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Setelah menjabat sebagai Presiden pada 2004, dalam berbagai pertemuan baik berskala nasional maupun internasional, SBY semakin sering terdengar memilih kalimat-kalimat atau istilah bahasa Inggris. Bahkan, kadang kalimat yang sudah sangat jelas disampaikan dengan bahasa Indonesia kembali diterjemahkan menjadi bahasa Inggris.

Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara yang disahkan pada 2009, atau periode pertama pemerintahan SBY-Jusuf Kalla, mewajibkan pejabat negara menggunakan bahasa Indonesida dalam pidato resmi.

Pasal 28 menyebutkan “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.

Sementara Pasal 32 menyebutkan (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.

Pasal selanjutnya juga menguatkan penggunaan bahasa Indonesia oleh pejabat pemerintahan. Pasal 33: (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. (2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.

Comments