Inilah Presiden Korban Pemakzulan


Pemakzulan kembali ramai dibicarakan setelah kemarin sore, Mahkamah Konstitusi (MK)
mengabulkan permohonan penghapusan pasal 184 ayat 4UU No. 27 Tahun 2009 yang mengatur kuorum 3/4 untuk mengajukkan usul hak menyatakan pendapat, dan harus disetujui 3/4 anggota dewan yang hadir.Apa yang menjadi urgensi dari pemakzulan ini?

Tak lain dan tak bukan, karena menyangkut keberlangsungan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara yakni, presiden. Menjadi pertanyaan selanjutnya, kenapa presiden harus dimakjulkan? Yang pasti ini tidak terlepas dari pelanggaran yang dilakukan presiden, sehingga muncul desakan agar lepas dari jabatannya.

Seperti kita ketahui, presiden dipilih dengan membawa amanat rakyat. Mengemban tugas untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi segenap warga negara. Namun dalam perjalanannya, ternyata masih ada presiden yang dianggap tidak menjalankan amanat tersebut, sehingga layak mandat dari rakyat tersebut harus diakhiri.

Dari pengalaman, kekuatan politik mengakibatkan sang presiden diturunkan di tengah jalan. Siapakah Presiden RI korban pemakzulan?

Soekarno adalah presiden pertama yang dimakzulkan setelah berkuasa selama 20 tahun. Pemakzulan ini dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945, meskipun MPRS yang menurunkan secara resminya. Pasalnya, kala itu secara defacto Soeharto memegang kekuasaan negara. Dapat dikatakan, pemakzulan ini dilakukan dengan cara kudeta halus.

Soeharto yang selanjutnya meneruskan kekuasaan Soekarno, akhirnya mengalami nasib yang hampir sama. Soeharto yang berkuasa hampir 32 tahun dimakzulkan dengan paksaan halus pula, karena secara defacto rakyat tidak mendukungnya lagi.

Lantaran tidak ingin lebih tragis dari pendahulunya, Soeharto memakzulkan dirinya sendiri. Penguasa Orde Baru ini sepertinya tahu diri dengan mengambil langkah mundur supaya dapat meredam kemarahan rakyat. Setrategi cerdik ini berhasil menyelamatkannya dari jerat hukum, akibat dituding melakukan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme bersama kroni-kroninya. Warisan KKN dan utang negara yang jumlahnya sangat besar inilah yang mengantarkan rakyat Indonesia ke jurang keterpurukan di semua sektor kehidupan.

Bagaimana dengan Presiden Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur? Meski terpilih secara demokratis oleh MPR dengan suara terbanyak, Gus Dur juga lengser gara-gara dimakzulkan dewan.

Berdasarkan konstitusi, pemakzulan atau impeachment memang dimungkinkan. Dalam konstitusi disebutkan presiden hanya bisa dimakzulkan kalau telah terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Jadi penggulingan tidak bisa dilakukan hanya karena perbedaan politik. Hal ini terjadi pada Gus Dur tanpa dipanggil terlebih dahulu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dengan tiba-tiba MPR langsung memakzulkannya.

Gus-Dur diberhentikan karena dekritnya membubarkan MPR, DPR, dan Partai Golkar dinyatakan dalam fatwa Makamah Agung telah melanggar konstitusi. Pemakzulan Gus Dur setidaknya menjadi contoh bagaimana kekuatan politikus dapat menjatuhkan presiden tanpa menempuh perjalanan hukum yang panjang.

Meski negera ini menganut sistem hukum, ternyata dalam kasus-kasus tertentu seperti di atas, hukum bukan menjadi panglimanya. Hukum akhirnya tunduk pada kekuatan politik. Faktanya, kekuatan politik dapat menjungkir-balikan hukum dalam undang-undang buatan manusia yang memang tidak sempurna. Karena banyak celah kelemahan dalam hukum inilah, kelompok tertentu memanfaatkan untuk kepentingannya.

Kini genderang pemakzulan Presiden sepertinya mulai ditabuh kembali. Jalannya melalui MK yang telah membuka pintu menuju pemakzulan presiden lebih besar. Akankah anggota dewan kembali nyaring menyuarakan isu skandal Bank Century yang masih abu-abu sebagai pintu masuk untuk menggungat pemerintahan SBY-Boediono. Pada akhirnya kekuatan politik ataukah hukum yang akan mengadili SBY-Boediono bila benar dianggap bertanggung jawab dalam skandal Century? Kita tunggu nanti!

Sebenarnya, semua berharap tidak ada lagi pemakzulan terhadap presiden. Cukuplah, Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur yang menjadi korbannya. Pemakzulan akan sangat traumatis dan meninggalkan stigma yang tercatat sepanjang sejarah perjalanan bangsa.

Kita berharap, semua pemimpin bangsa tetap amanah dan konsisten sampai akhir jabatan dalam memperjuangkan nasib, harkat, dan martabat rakyat. Namun jika memang pemimpin membuat kesalahan konstitusional, seyogianya pemutusnya adalah hukum bukan kekuatan politik yang sarat akan kepentingan.

Comments