Sama-Sama Murah, Interkoneksi Nggak Murah Tuh


Hari gini masih gaptek, kasian deh lo atau wah lo jadul, nggak gaul sih. Itulah andagium yang kerap kita dengar dalam percakapan sehari-hari, ketika ada seseorang yang kurang menguasai peralatan berbasis teknologi. Sekarang memang zaman serba digital yang ditandai dengan perkembangan semakin canggihnya teknologi.

Coba Anda perhatikan! Hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia sudah lekat dengan teknologi. Hal ini menyebabkan pasar teknologi akan terus berkembang di masa mendatang. Segala gadget-gadget teranyar berbau teknologi modern bakal laris diserbu konsumen yang menjadikan fasilitas ini sebagai kebutuhan hidup, bukan sekadar menaikkan gengsi atau gaya-gayaan. Jangan heran, jika kemarin terkagum-kagum dengan kehebatan komunikasi 3G, tak lama lagi kita menyongsong era generasi baru. Pengguna telepon di Indonesia segera merasakan kehebatan fourth generation technology atau 4G. Sistem 4G mampu mengkombinasikan data, suara, multimedia, sehingga dapat diterima oleh pengguna tanpa adanya batasan ruang dengan kecepatan yang lebih tinggi lagi dari generasi sebelumnya.

Itulah teknologi yang terus berkembang. Di era komunikaksi global ini, tak ada pemisah jarak, ruang, dan waktu bagi penghuni bumi, karena semakin terikat pada alat komunikasi dan informasi modern dalam segala aktivitas. Sebab itu, jumlah pengguna telepon seluler di Tanah Air diperkirakan terus tumbuh.

Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia memprediksi jumlah pelanggan seluler sepanjang 2010 mencapai 220 juta pelanggan atau dengan tingkat penetrasi hampir mendekati 100% dari populasi penduduk Indonesia. Sementara itu International Data Corporation Indonesia menyebutkan masih ada potensi pasar sebesar 40% yang akan diperebutkan oleh operator telekomunikasi untuk meningkatkan jumlah pelanggan.

Seperti kita ketahui, untuk panggilan telepon atau transaksi data, konsumen akan dikenakan biaya tertentu oleh operator yang menyediakan jasa layanan komunikasi dan informasi. Pastinya, konsumen akan memilih operator yang memasang tarif paling murah dengan akses tercepat. Dari sinilah awal terjadinya perang tarif antar operator telepon dalam memperluas pangsa pasar atau pelanggan. Jangan heran, iklan promo operator terutama di media televisi sangat gencar dengan beragam tawaran menggiurkan. Banyaknya operator yang mematok tarif murah ini jelas menjadi keuntungan lebih bagi konsumen.

Pertanyaannya apa benar tarif telepon sudah murah seperti yang diiklankan? Memang untuk tarif telepon dalam satu operator boleh dibilang cukup murah, dibandingkan pada awal-awal menjamurnya penggunaan ponsel. Hal itu tidak terlepas kompetisi dari bermainnya operator baru. Tapi jika sudah bicara lintas operator, hitungannya lain lagi. Kok bisa begitu yah?

Tarif panggilan antaroperator cenderung masih tinggi jika dibandingkan tarif panggilan sesama operator. “Emang sih kalau nelepon sesama operator bisa ngomong sepuasnya, ampe berbusa dan kuping panas. Tapi kalau beda operator nyedot pulsa banget. Ngomong bentar aja, pulsa udah berkurang banyak,” aku Dini, seorang ibu rumah tangga pengguna ponsel kepada okezone, baru-baru ini. Dia mengaku tidak paham dengan perbedaan biaya yang sangat jomplang itu. “Kirain sama aja kayak yang diiklankan di tivi, ah ternyata ada boongnya semua,” keluhnya. Menurut Dini, untuk menyiasatinya terpaksa menggunakan lebih dari satu kartu telepon dari beberapa operator. “Saya kan banyak nelepon ke luar kota, jadi pake sim card-nya gonta-ganti. Untung sekarang ada ponsel yang bisa GSM dan CDMA sekaligus jadi nggak repot,” ungkapnya.

Tingginya biaya panggilan lintas operator dikarenakan adanya tarif interkoneksi. Interkoneksi merupakan keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Adapun, biaya interkoneksi merupakan biaya yang dibebankan sebagai akibat adanya saling keterhubungan antarjaringan telekomunikasi yang berbeda dan ketersambungan jaringan telekomunikasi dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi.

Sebab itu, pemerintah memandang perlu menurunkan beban biaya interkoneksi. Setelah melalui diskusi panjang, pemerintah akhirnya mengeluarkan daftar biaya interkoneksi baru yang rata-rata mengalami penurunan. Hal itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 8/PER/M.KOMINFO/2/2006 tentang Interkoneksi.

Kepala Informasi dan Humas Kemkominfo Gatot S Dewabroto mengatakan, dalam implementasinya tahun ini biaya interkoneksi dilakukan secara tidak penuh, yaitu tetap menggunakan biaya interkoneksi eksisting untuk jaringan PSTN (PT Telkom) dan biaya interkoneksi lokal dari PSTN ke FWA untuk mencegah kenaikan tarif retail. Di samping itu, pola tidak berbayar pada SMS antaroperator tetap dipertahankan sambil menunggu dilakukan kajian yang intensif tentang implementasi pola berbayar pada SMS.

Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menurunkan tarif interkoneksi dengan persentase yang berbeda. Namun untuk biaya interkoneksi yang turun rata-rata 6% menunjukkan bahwa over price terjadi meskipun tidak signifikan akibat total trafik yang cenderung tidak berubah. Penurunan biaya interkoneksi yang rata-rata 6% ini dinilai belum maksimal karena tetap tinggi, sehingga berimbas pada tarif ritel yang masih tinggi.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Kamilov Sagala menyangkan upaya pemerintah yang dinilainya masih terlalu kecil dalam menurunkan biaya interkoneksi. Padahal, penurunan dapat diupayakan hingga angka 37%.

Hal senada diutarakan Presiden Direktur PT XL Axiata Hasnul Suhaimi. Menurut dia, tarif baru yang dipatok pemerintah belum memperluas ruang gerak bagi XL memberikan tarif murah kepada pelanggan. Hasnul awalnya berharap pemerintah menurunkan biaya interkoneksi hingga 40%. Kendati demikian, berhubung telah menjadi keputusan, maka pihaknya akan mentaati aturan tersebut.

Memasuki tahun 2011 tampaknya perang tarif akan semakin seru. Menutup tahun 2010, XL Axiata merilis promo baru, Telepon Rp 0,- Melalui program ini, XLAxiata berharap bisa menangguk pelanggan baru menjelang akhir tahun dan awal tahun 2011. Direktur Marketing XL Axiata Nicanor V Santiago menjelaskan, program ini ditujukan untuk pelanggan baru. Dia berharap, pelanggan bertambah dengan adanya promo tersebut.

XL Axiata yang mengusung tarif murah membukukan sukses sepanjang tahun 2010. Hal itu terlihat dari kinerja XL Axiata pada triwulan ketiga. “Pelanggan terus bertambah,' ungkap' Nicanor. Menurut dia, hingga akhir November lalu, jumlah pelanggan XL mencapai 40 juta. Jumlah pelanggan XL diperkirakan telah melampaui pesaing terdekatnya, Indosat. Bisa jadi yang membuat XL sukse dan kian menggeliat menghadapi kompetisi yang semakin ketat dengan terus mengusung tarif murah. Terlelebih jika tarif interkoneksi semakin rendah tentunya pelanggan akan semakin dimanjakan dengan tarif murah.

Comments