Seperti hari-hari sebelumnya, pemandangan di gang sepanjang 100 meter dari Jalan Raya Margonda, Depok, nyaris tak pernah berubah. Kecuali, orang-orang yang melewati gang berujung di Stasiun KRL Universitas Indonesia tersebut.
Namun dari gang kecil itu tercermin guratan kemiskinan dari negeri yang berlimpah kekayaan alam. Setiap melewati jalan ini, tiga hingga empat sosok manusia berpakaian lusuh dan compang-camping setia menunggu uluran tangan dermawan. Uang recehan pun terkumpul di kaleng bekas yang diletakan di depan wajah-wajah mengibakan itu.
Gambaran serupa tertangkap dalam gerbong KRL ekonomi yang menjadi angkutan primadona para pekerja kelas menengah-bawah. Di gerbong tersebut sarat dengan geliat usaha rakyat kecil demi bertahan hidup. Tengok saja, para pedagang asongan berjibaku mengais rezeki di antara pengemis, pengamen, pemulung, dan anak jalanan di dalam kereta yang sesak penumpang.
Ini hanya potret kecil dari kaum miskin yang banyak tersebar dari mulai wilayah pesisir, perbatasan, perkampungan, pinggir kota, bahkan hingga di sudut-sudut Ibu Kota. Sungguh miris. Mereka hidup dalam kemiskinan, padahal negara dalam konstitusi menjamin segenap warga berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak.
Memang kemiskinan sudah menjadi pemandangan sangat biasa. Kemiskinan adalah persoalan klasik di negara yang kini berpenduduk sekira 130 juta jiwa. Dari jumlah itu, setidaknya masih ada sekira 61,7 juta orang di 2010 yang dikategorikan warga miskin dari 2009 sebanyak 76,4 juta orang. Jumlah 61,7 juta ini merupakan warga miskin yang mendapat Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dari pemerintah yang dulu bernama Asuransi Kesehatan Miskin (Askeskin).
Potret kemiskinan ini kontras dengan kehidupan para pejabat negara, termasuk wakil rakyat yang justru kaya fasilitas dan kemudahan hidup. Mereka duduk di kursi "basah", tidur nyenyak di rumah megah dengan mobil mahal yang siap mengantarkan ke mana saja sesuai keinginkan.
Sayangnya, masih banyak dari pejabat negara yang diberi kelebihan materi oleh negara, ternyata masih gemar mengutil uang rakyat. Jangan jauh-jauh, Gayus Tambunan, mantan pegawai Ditjen Pajak ini diganjar 7 tahun bui karena terbukti menyimpan uang haram miliaran rupiah atas jasanya membantu para pengemplang pajak.
Gaji yang tinggi ditambah remunerasi ternyata tidak menyurutkan akal bulus Gayus untuk terus menumpuk pundi-pundi kekayaan. Yah, korupsi masih sangat lekat dengan kehidupan para elit dari pelayan masyarakat itu. Penjara pun ternyata tidak membuat kalangan birokrat nakal ini kapok. Sekalipun hidup dalam bui, fasilitas mewah masih bisa dinikmati dengan membeli kuasa sipir penjara. Dengan uang pula, Gayus Tambunan yang mendekam di Rutan Brimob Kelapa Dua, leluasa pelesiran ke Bali bahkan keluar negeri. Tercatat 68 kali, Gayus keluar-masuk tahanan.
Dalam situasi prilaku pejabat negara nyang masih korup ini masih layakah mereka kembali menikmati kenaikan gaji dan tunjangan yang sudah besar itu?
Dari aspek hukum, penyesuaian gaji dan tunjangan pejabat negara masih dimungkin. Persoalannya, sampai detik ini kinerja dari pemerintah maupun wakil rakyat masih mengecewakan. Menaikan gaji dan tunjangan pejabat negara saat ini hanya akan melukai hari rakyat yang masih terbelit dengan urusan kemiskinan.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan budget anggaran untuk gaji, bonus dan remunerasi pejabat-pejabat negara adalah sebesar Rp18 triliun. Wow, dana yang tidak sedikit jumlahnya. Jika anggaran tersebut digunakan untuk beasiswa pelajar tidak mampu dan warga tidak mampu, mungkin angka warga miskin tak berpendidikan bisa ditekan.
Ternyata, wacana kenaikan gaji pejabat negara ini juga meliputi gaji anggota DPR. Seperti dikemukakan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulya P Nasution, jika kenaikkan gaji ini termasuk juga gaji para anggota dewan. Bahkan tidak cuma gaji, tapi tunjangan pun turut dinaikan, seperti tunjangan jabatan, tunjangan perumahan, dan tunjangan perumahan.
Masih adakah wakil rakyat yang peduli rakyat? Terkait rencana ini, Wakil Ketua DPR Anis Matta menolak usulan kenaikan gaji pejabat negara termasuk presiden. Anis menilai usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo itu tidak etis. "Saya kira tidak etis mengusulkan kenaikan gaji. Saya secara pribadi menolak usulan itu," kata Anis Matta.
Menurut dia, masyarakat lebih merasakan dampak inflasi ekonomi yang terjadi. Karenanya, usulan kenaikan gaji dikhawatirkan melukai perasaan rakyat. "Kalau pemerintah men-declare angka inflasi berapa, yang dirasakan masyarakat jauh lebih besar," tandasnya.
Apa yang diutarakan seorang anggota dewan Anis Matta ini, semoga tidak menjadi penghibur lara rakyat. Para legislator itu bisa masuk Gedung Kura-Kura, tak lain atas pilihan rakyat dengan membawa amanah rakyat pula. Ketika kampanye dulu, rakyat terpukai dengan retorika perjuangan kerakyatan, maka saat ini rakyat menuntut janji-janji itu.
Wakil rakyat sudah semestinya merakyat jangan tambah jauh dari rakyat. Bukan pula semakin rajin membohongi rakyat. Pejabat negara dan wakil rakyat seyogianya malu dan serius bekerja demi kemakmuran rakyat. Sebab, dari sebuah gang kecil di pinggiran Ibu Kota sekalipun, kemiskinan sangat kentara di negeri ini.
Daftar gaji pejabat negara
1. Presiden
Gaji pokok: Rp 30.240.000
Tunjangan jabatan: Rp 32.500.000
Total: Rp 62.740.000
2. Wakil Presiden
Gaji Pokok: Rp 20.160.000
Tunjangan jabatan: Rp22.000.000
Total: Rp42.160.000
3. Menteri Negara, Jaksa Agung, Panglima TNI dan pejabat lain yang setingkat.
Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 13.608.000
Total: Rp 18.648.000
4. Ketua DPR
Gaji pokok: Rp5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 18.900.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.968.000
Total: Rp 30.908.000
5. Wakil Ketua DPR
Gaji pokok: Rp4.620.000
Tunjangan jabatan: Rp15.600.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.554.000
Total: Rp26.774.000
6. Ketua Mahkamah Agung
Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 18.900.000
Uang paket: Rp 450.000
Total: Rp 24.390.000
7. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 18.900.000
Total: Rp23.940.000
8. Gubernur Bank Indonesia
Tahun 2006 : Rp265 juta per bulan
9. Direktur Utama BRI
Rp 167 juta per bulan (berdasar Keputusan pemegang saham 2009)
10. Direktur utama Bank Mandiri menjadi
Rp 166 juta (berdasar Keputusan pemegang saham 2009)
11. Direktur utama Telkom
Rp 118 juta per bulan (berdasar kinerja keuangan, Telkom 2009)
12. Direksi PT Aneka Tambang
Rp 105 juta per bulan (berdasar RUPS 2009)
13. Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara
Rp 102 juta per bulan (berdasarRUPS 2009)
Instansi Penerima Remunerasi Tertinggi 2011
1.Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
2.Kementerian PPN/Bappenas,
3.Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
4.Kepolisian RI,
5.Kementerian Pertahanan,
6.Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
7.Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
8.Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan,
9.TNI.
Comments
Post a Comment