Tampak senyum merekah dari bibir-bibir mungil itu. Kecerian terpancar dari wajah-wajah polosnya dari sebuah bagunan sederhana.
Rona matanya berbinar menyimpan sebuah mimpi besar saat lensa kamera okezone membidiknya. Ya, mereka itu adalah anak-anak apung. Mereka hidup di atas air. Sekelilingnya air dan rumput ilalang. Tak ada halaman untuk bermain. Rumah-rumah mereka pun terapung di antara genangan air abadi sejak belasan tahun lalu.
Suasana ini tertangkap saat anak-anak apung ini belajar di KB PAUD Rumah Apung, Kampung Apung, Kapuk, Kelurahan Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka tetap tersenyum, karena menyesali nasib pun percuma setelah tanah kelahirannya tenggelam.
Areal bekas pemakaman yang tergenang air dimanfaatkan warga untuk mendirikan taman baca yang disebut Rumah Belajar Apung. Salah satu tujuan pembuatan rumah cerdas ini adalah untuk menggenjot minat membaca dan belajar dari komunitas Kampung Apung. Umumnya, anak-anak di sana putus sekolah. Rata-rata hanya bisa mengenyam pendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Hanya sedikit warga yang lulus SMA, apalagi sampat jebol perguruan tinggi bisa dibilang langka. “Didirikannya rumah belajar ini oleh sebuah yayasan untuk warga sekitar,” ungkap Ketua RT 10 Kampung Apung Rudi Suhandi saat ditemui okezone, baru-baru ini.
Selain yayasan, kata dia, ada perusahaan asing yang memberikan sarana belajar di sana. Beberapa unit komputer dan fasilitas internet gratis di Rumah Belajar Apung dapat digunakan warga sekitar. Rumah pintar ini terdiri atas dua bangunan yang saling berhadapan.
Rumah Belajar Apung juga dilengkapi sejumlah alat pelampung yang terbuat dari drum-drum di sekeliling bagian bawahnya, berfungsi untuk mengapungkan seluruh bangunan. Sehingga, ketika air naik bangunan tidak terendam air. Jumlah siswa yang belajar di Rumah Belajar Apung mencapai puluhan orang.
Selain berfungsi sebagai taman baca, juga digunakan sebagai tempat kursus komputer, internet, bahasa Inggris, belajar membaca Alquran dan, sejumlah kerajinan tangan. Kegiatan belajar-mengajar berada dalam binaan beberapa sukarelawan. Rudi berharap, kehadiran rumah belajar selain bisa mengajarkan berbagai ketrampilan seperti komputer, mereka juga bisa memanfaatkan fasilitas yang lainnya.
Lihat saja saat matahari menjelang senja, belasan anak-anak mendatangai rumah belajar ini. Mereka senatiasa mendengarkan apa yang diajarkan oleh para sukarelawan tersebut. “Kami senang dengan adanya tempat ini, membuat anak-anak dapat mengenal komputer,” tutur Inah, warga sekitar.
Rumah Belajar Apung ini dijadikan warga sebagai tempat untuk membina anak-anak dan membekali skil mereka untuk bertahan hidup, dan tentunya menggapai cita-cita untuk mengubah nasib lebih baik lagi. Seperti anak-anak lainnya, anak apung juga punya mimpi indah. Tidak hidup selamanya di tengah-tengah kubangan raksasa bersama tumpukan sampah dan genangan air kotor.
Hanya tangan-tangan yang pedulilah yang bisa mewujugkan mimpi anak apung ini menjadi manusia yang terpelajar, memiliki pengetahuan, dan kemampuan. Lepas dari predikat manusia pinggiran yang tersisih roda pembangunan. Nah, dari Rumah Belajar Apung inilah anak-anak itu mulai menggapaikan masa depannya.
Comments
Post a Comment