Festival Kota Buah & Nasionalisme Buah Nusantara


“Seribuan… seribuan…seribuan. Murah… murah… nih. Jeruk manis-segar, kalau asem jangan beli deh.” Suara nyaring itu keluar dari mulut seorang pedagang saat menjajakan buah jeruk kepada penumpang KRL ekonomi jurusan Bogor-Jakarta, suatu siang.

Di belakang remaja tanggung penjual jeruk itu, pria paruh baya mendorong keranjang plastik yang disusun bertingkat. Bukan jeruk yang dibawanya, melainkan pepaya. Dengan napas agak terengah-engah dan keringat bercucuran akibat pengapnya udara dalam gerbong KRL yang penuh penumpang, sebuah pepaya berukuran sedang dijual Rp5.000.

Tak hanya tukang jeruk dan pepaya, teryata di KRL banyak pedagang buah-buahan, layaknya di pasar buah. Toko buah berjalan, kira-kira begitulah sebutannya. Dari segi harga, terbilang murah dibandingkan di toko buah atau swalayan

Melihat pemandangan seperti itu, jujur saja sedikit mengganjal dalam pikiran saya. Di satu-sisi, saya mengapresiasi pelaku ekonomi kecil yang bertahan hidup dengan mengais rezeki di atas gerbong KRL. Di sisi lain, muncul keprihatinan sebab yang mereka jual rata-rata buah impor bukan lokal.

Kendati demikian, tidak bisa menyalahkan mereka. Pedagang kecil seperti mereka mana tahu urusan persaingan buah lokal dan impor. Mereka hanya menjual dan berharap dapat untung. “Jeruk mandarin harganya lebih murah, warnanya menarik, dan tahan lama, dari pada jeruk lokal,” ungkap seorang pedagang jeruk saat ditanya penulis alasan menjual jeruk asal Negeri Tirai Bambu itu.

Jeruk mandarin dan pepaya thailand hanya sebagian dari buah impor yang kini membanjiri pasar dalam negeri, dari mulai etalase toko buah di pinggir jalan, rumahan, minimarket, hingga supermarket. Memang, jeruk asal China ini sangat menarik. Warnanya kuning cerah mulus dan licin. Jauh berbeda dengan jeruk lokal yang warnanya belang hijau, kuning, bahkan kecoklatan.

Tak jarang jeruk china sengaja dibungkus plastik satu per satu dan ditempeli merek agar lebih menarik. Kendati demikian, tidak berarti jeruk luar lebih baik dari jeruk lokal seperti jeruk garut, jeruk pontianak atau jeruk medan. Penampilan boleh menang, tapi di balik kulit yang menarik itu justru terkandung zat-zat kimia berbahaya bagi kesehatan.

Itu baru bicara jeruk dan pepaya, masih banyak buah impor lainnya yang beredar luas di pasaran, seperti apel, pisang, anggur, pir, melon, semanggka, dan lainnya. Kegelisahan saya melihat maraknya peredaran buah impor ini sedikit terobati, ketika mememui penjual salak pondoh, jambu merah, alpukat, lengkeng di gerbong KRL lainnya.

Impor buah khususnya dari China memang kian menggila. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), impor jeruk mandarin pada Januari-Maret 2011 senilai 85,3 juta dollar AS. Pada periode yang sama tahun lalu, nilai impor jeruk mandarin masih sebesar 68,1 juta dollar AS. Dengan demikian, impor jeruk mandarin triwulan I-2011 melonjak sekira 25,32 persen dibandingkan dengan triwulan I-2010.

Bahkan, kenaikan nilai impor pir jauh lebih tinggi ketimbang jeruk mandarin. Masih merujuk data BPS, impor pir pada Januari-Maret 2011 senilai 30,3 juta dollar AS. Nilai ini melonjak 168,56 persen dibandingkan dengan Januari-Maret 2010 yang senilai 11,3 juta dollar AS.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan pada 2005, impor buah-buahan ke Indonesia tercatat sebanyak 413.410,6 ton atau senilai 234,07 juta dollar AS. Nilai impor pada 2010 bahkan melonjak menjadi 601.965,0 ton senilai 591,68 juta dollar AS.

Sementara ekspor buah-buahan selama 2005-2010, secara volume terjadi penurunan meski dari segi nilai justru meningkat. Pada 2005, ekspor buah sebanyak 272.292,6 ton senilai 150,06 juta dollar AS, sedangkan 2010 hanya 214.742,0 ton dengan nilai 171,97 juta dollar AS. Rata-rata ekspor buah Indonesia mencapai 207.232,4 ton atau 129,93 juta dollar AS per tahun, sedangkan produksi buah-buahan nasional dalam periode tersebut tercatat mengalami peningkatan dari 14,79 juta ton pada 2005 menjadi 19,11 juta ton pada 2010.

Serbuan buah impor terutama asal China ini menjadikan pasar buah nasional banjir buah asing. Lalu ke mana buah-buah lokal? Jika kondisinya dibiarkan terus seperti ini lama-lama buah-buahan China akan menggusur pasar domestik buah lokal.

Dari data Kementerian Pertanian saat ini memperlihatkan neraca perdagangan Indonesia sudah tekor sampai 600 juta dollar AS sepanjang 2010. Sungguh ironis, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris ternyata kedodoran menghadapi serbuan buah impor. Padahal, Indonesia sebenarnya memiliki potensi produksi buah yang besar yakni mencapai 18,65 juta ton. Di sisi lain potensi pasar internasional buah tropika juga sangat menjanjikan. Sayangnya, sejauh ini peluang pasar tersebut belum optimal dibidik.

Melihat kenyataan yang mengkhawatirkan, tidak ada upaya lain selain memperkuat produksi dalam negeri, daripada saling menyalahkan dalam situasi seperti ini. Masyarakat harus diimbau agar lebih mencintai dan mengonsumsi buah-buahan produksi dalam negeri, dan mengurangi konsumsi produk impor.

Nyatanya, banyak buah lokal yang memiliki rasa dan kualitas lebih bagus daripada yang didatangkan dari negara lain, tetapi diopinikan keliru yakni buah lokal harus lebih mahal dari buah impor. Kecintaan terhadap produk domestik akan mendorong tingkat perekonomian petani. Selain itu, tanpa disadari upaya ini secara biologi dapat menjaga spesies tanam-tanaman lokal dari kepunahan.

Berbicara soal buah, mungkin Anda mengenal Taman Buah Mekarsari di Jalan Raya Cileungsi-Jonggol Km.3 Cileungsi, Bogor. Taman buah ini merupakan salah satu pusat pelestarian keanekaragaman hayati buah-buahan tropika terbesar di dunia. Taman Buah Mekarsari adalah rumah bagi lebih dari 400 spesies, 78 famili, 1.438 varietas, dan terdiri atas lebih dari 100.000 jenis tanaman buah.

Dibangun di atas lahan seluas 264 hektare menjadikan Mekarsari sebagai tempat konservasi tanaman yang luas. Mekarsari menjadi tempat reboisasi. Tak cuma itu, Taman Buah Mekarsari juga dijadikan tempat penelitian budidaya, pemuliaan, dan perbanyakan bibit unggul.

Nah, terkait usaha menumbuhkan kesadaran masyarakat cinta buah lokal, saat ini dalam menyambut liburan sekolah, Taman Buah Mekarsari menggelar Festival Kota Buah 2011 yang berlangsung 26 Juni sampai 10 Juli 2011. Direktur Budidaya Pasca Panen Tanaman Buah Dirjen Holtikultural Kementerian Pertanian Sri Kuntarsih membuka resmi kegiatan bernuansa nasionalisme buah lokal.

Menurut Sri, musim liburan sekolah merupakan momen tepat pembelajaran bagi anak-anak untuk lebih mengenal produk-produk buah dari Indonesia. “Langkah Mekarsari mensosialisasikan buah lokal sangat bermanfaat untuk perkembangan produksi buah lokal,” terangnya seraya mengharapkan lebih banyak investor lagi yang mau berinvestasi untuk mengembangkan buah-buah lokal.

Dalam acara tersebut juga diadakan launching Komik Buah Kementrian Pertanian dan Gerakan Makan Buah Nusantara Massal. Di Festival Kota Buah, pengunjung pun dapat menjumpai dan merasakan seolah-olah berada di kota buah dengan fasilitas kota seperti hotel, rumah sakit, sekolah, dan perumahan penduduk dalam bentuk miniatur.

Ada pula taman melon yang di dalamnya terdapat bermacam bentuk melon. Untuk menghadirkan suasana lain dalam keluarga, pengelola Taman Buah Mekarsari juga mengadakan kegiatan Family Camp di area Kebun Bisbul Country Side.

Agenda lainnya, Kontes Buah Melon Kualitas terbaik yang diikuti para pelaku bisnis dan petani dan mengundang 21 Dinas Pertanian se-Indonesia. Terdapat pula Pesona 1001 Tanaman Buah Dalam Pot (Tabulampot) yang menampilkan 73 jenis tanaman dari 23 family, di mana salah satunya memperkenalkan tanaman baru seperti jambu air.

Suasana Kota Buah akan semakin semarak dengan kehadiran “Seleb Ngamen”, suguhan pertunjukan artis musik dengan format “ngamen”. Hal ini dimaksudkan untuk menghadirkan atmosfer hangat dan menekankan pada rasa kehidupan kota yang nyata.

Lalu Parade Kota Buah, iring-iringan berkeliling kota buah dengan pakaian dan atribut buah yang memberi semangat dan kemeriahan dalam kota buah. Lainnya, Planet Buah Skenario yakni hiburan dengan membuat adegan yang mengikutsertakan pengunjung sebagai salah satu bagian dari bagian dalam skenario tersebut. Tak ketinggalan Special Show Tari Nyanyi dan Theater Buah yang menampilkan 10 karakter buah, serta lomba fashion show bertemakan buah.

Public Relations Taman Wisata Mekarsari Ayu Pratami, dalam siaran persnya menambahkan, selain program-program itu pihaknya juga meluncurkan The Pongo Show. Yakni, sebuah pertunjukan berteknologi canggih dengan menggunakan augmented reality show pertama di Indonesia.

Pongo adalah sosok orang utan. Dalam pertunjukan ini pengunjung dapat melihat sosok pongo di layar dan dapat berinteraksi dengan penonton secara langsung. “Harapan kami dengan kegiatan ini dapat memberikan informasi dan edukasi yang tepat pada masyarakat tentang wisata yang edukatif untuk keluarga,” imbuh General Manager Taman Wisata Mekarsari Hari Tanjung.

Sementara itu seorang pengunjung, Suryani, menyambut positif acara Festival Kota Buah. “Momennya pas banget saat liburan sekolah. Kalau bisa dijadikan agenda rutin setiap tahun. Kegiatan seperti ini bagus bagi anak-anak untuk menumbuhkan kepedulian terhadap buah lokal,” papar warga Depok itu.

Kecintaan terhadap buah lokal, itulah pekerjaan rumah bersama di tengah serbuah buah impor. Festival Kota Buah setidaknya mengingatkan dan menyadarkan bahwa kita adalah negara agraris dengan kesuburan tanah yang sangat baik, serta cuaca mendukung sepanjang tahun.

Dengan modal ini, sebenarnya petani Indonesia bisa menanam buah sepanjang tahun dan lebih berkualitas sehingga punya nilai kompetitif, dibanding negara lain. Demi mendukung pertanian lokal, masyarakat bisa memulai dengan membeli atau mengkonsumsi buah lokal dengan konsisten. Selain itu, pemerintah diminta menggenjot produksi buah-buahan nasional dengan menguatkan pengembangan teknologi dan sentra pertanian buah. Sehingga, produksi buah lokal lebih tinggi yang akhirnya petani lokal bisa menikmati pasar dalam negeri.

“Bukan lautan hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui. Ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman.”

Sebagai penutup tulisan ini, lagu berjudul “Kolam Susu” yang dipopulerkan Koes Plus menjadi renungan kita bersama untuk terus berbenah. Mudah-mudahan upaya-upaya yang sudah dijalankan perlahan dapat menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap buah Nusantara. Buah lokal menjadi anak emas di tanahnya sendiri.

Comments