Kembalikan fungsi guru, itulah harapan dari Irma Winda Lubis, orangtua murid SDN 06 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, yang membongkar kasus pemaksaan menyontek terhadap anaknya dalam pelaksanaan ujian nasional (UN). "Tolong jangan korbankan anak untuk kepentingan orang dewasa. Dalam hal ini pemerintah dan negara harus melindungi hak-hak anak," terang dia.
Menurut dia, anak sebagai generasi penerus jangan dikotori dengan tindakan yang tidak jujur, seperti diminta saling memberikan contekan UN. "Kami tidak menginginkan anak yang bagus intelektual tapi tidak memiliki moral. Saya ingin anak yang berahlak mulia, tak hanya pandai," tegas Irma.
Lebih lanjut dia menuturkan adanya perintah dari guru agar murid saling mencontek membuktikan jika anak-anak sebenarnya tidak pintar dan siap menjalani UN. "Kasus ini secara tidak langsung menjadi tolok ukur jika kepintaran yang ditunjukkan dengan nilai UN tinggi adalah bohong. Karena faktanya, banyak dari mereka yang disuruh tidak jujur dalam ujian," terang Irma.
Para orangtua berharap dengan terungkapnya kecurangan dalam UN ini, dapat mengembalikan fungsi guru sebagai pengajar dan pendidik yang memberikan contoh baik. Sebab itu, para orangtua sangat meminta pemerintah serius menangani kecurangan UN. "Pemerintah harus melindungi hak-hak anak. Jangan mengorbankan anak untuk kepentingan orang dewasa," pinta Irma.
Terkait kasus ini, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan pihaknya memfasilitasi orangtua murid untuk bertemu pejabat Pemprov DKI Jakarta. “Kita ingin pemerintah membentuk tim pencari kebenaran untuk menyelesaikan kasus ini karena perkembangan anak bisa terganggu atas sikap sejumlah pihak yang terkesan menggantungkan kasus itu,” kata Arist.
Menurut Arist, pemaksaan anak untuk menyebarkan kunci jawaban dapat dikatakan teror terhadap psikis sorang anak. Hal Ini juga melanggar pasal 82 UU nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Dia menambahkan, apabila pada pertemuan itu Pemprov DKI tidak merespons pengaduan orangtua SDN 06 Pesanggrahab, makan pihaknya akan melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum.
Pakar pendidikan Arif Rahman mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus menyontek UN. Hal ini membuktikan bahwa sistem pendidikan yang ada kini belum sempurna. Menurut dia, tak hanya di UN perilaku menyontek juga sudah lazim terjadi pada ujian atau ulangan lainnya di sekolah. “Sistem pendidikan memang tidak sempurna, bukan UN saja kan nyontek, ujian biasa juga,” sebutnya.
Selain itu, Arif menilai secara tidak langsung ada pengaruh dari guru dan pihak-pihak lain yang menyebabkan budaya menyontek subur. Karena itu, perlu tindakan tegas sebagai solusi permasalahan ini. “Yang pasti ini manajemen evaluasi yang tidak baik karena ada guru dan pihak yang mendorong tindakan itu terjadi. Harusnya mereka ditindak keras,” ujarnya.
Sekadar diketahui, kasus serupa juga terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Adalah AL yang membongkar dugaan praktik menyontek massal di SDN Gadel II/557.
Wali murid melaporkan ke Dinas Pendidikan setempat. Akibatnya, Kepala Sekolah SDN Gadel II dan dua guru mendapat sanksi berupa penurunan pangkat 1-3 tahun. Mereka tidak diperbolehkan menjabat sebagai kepala sekolah. Namun balasan diterima AL dan wali muridnya, mereka diusir oleh warga dari kediamannya di Gadelsari Barat, Surabaya karena dianggap tidak punya hati nurani.
Sepertinya mimpi UN-Jujur SMP, SMA & SMK akan terwujud tahun ini bang....
ReplyDeleteSepertinya mimpi UN-JUJUR di SMP, SMA & SMK akan terwujud tahun ini...
ReplyDelete