Mahfud Buka Jalan, Giliran Busyro Eksekusi


M Nazaruddin akhirnya resmi dicopot dari jabatan bendahara umum Partai Demokrat (PD). Pemberhentiaanya diumumkan tadi malam oleh Sekretaris Dewan Kehormatan (DK) dalam jumpa pers di Kantor DPP PD, Jalan Kramat, Jakarta Pusat.

Kendati dipecat dari bendum PD, Nazaruddin tetap sebagai anggota DPR mewakili partainya karena kapasitas DK hanya urusan etik di internal partai. Sementara penarikan sebagai wakil rakyat setelah ada proses hukum tetap dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekretaris DK PD Amir Syamsuddin dalam jumpa pers, semalam, mengatakan, semua informasi dugaan keterlibatan Muhammad Nazaruddin dalam berbagai kasus baik yang berkaitan dengan hukum maupun etika yang pada prinsipnya berhubungan dengan masalah uang atau anggaran terkait erat dengan jabatan sebagai bendahara umum.

Menurut DK, Kasus-kasus yang berkaitan itu dinilai tidak baik bagi Nazaruddin maupun PD sendiri. PD juga menerima berbagai laporan dari masyarakat dan pemberitaan miring terkait M Nazaruddin selaku bendum PD. "Terkait kasus hukum yang bersangkutan, Dewan Kehormatan meminta untuk tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, kepada KPK untuk menindaklanjuti kasus terssbut secara profesional dan sesuai peraturan perundangan yang berlaku," tandas Amir.

Sayangnya, dari alasan-alasan yang menjadi pertimbangan pemberhentikan tersebut tidak dijelaskan secara jelas dan rinci pelanggaran etika yang seperti apa. Namun disampaikan secara diplomatis gaya politikus dengan mengajak publik untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah, serta meminta KPK untuk menindaklanjutinya secara profesional. Hal ini secara tak langsung justru menguatkan anggapan jika Nazaruddin memang benar terlibat pelangaran etika dan hukum.

Yang menarik, lepasnya jabatan tersebut dari tangan politisi muda PD yang mengawali karier politiknya dari pengusaha itu tidak lepas dari sepak terjang Mahfud MD, ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfud membawa skandal suap ini langsung kepada Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga ketua Dewan Pembina PD.

Sebelum Mahfud cuap-cuap, sejumlah kasus lama maupun baru yang membelit Nazaruddin dari mulai dugaan korupsi Wisma Altet, pemalsuan dokumen bank, hingga isu pemerkosaan tidak membuat anggota DPR ini kehilangan kursi jabatan, bahkan selalu membantah terlibat. SBY pun setali tiga uang, ragu dalam merespons kasus yang melibatkan kadernya itu.

Sepertinya, Mahfud MD dengan mengadukan langsung dugaan upaya suap uang senilai 120 ribu dolar Singapura kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M Gaffar, tahun lalu, ingin mendobrak kebuntuan dari politik pemberantasan korupsi yang melibatkan elit partai.

Pengamat politik Sumarno menilai langkah Mahfud MD ini tidak hanya ingin membersihkan lembaganya dari praktik korupsi, tapi juga memberikan peringatan kepada siapa saja yang berusaha memberikan gratifikasi akan dibuka dan dipermalukan ke hadapan publik. "Mahfud juga ingin membangun tradisi meminggirkan orang-orang bermasalah dari peran serta negara," katanya kepada okezone, Selasa (24/5/2011).

Mahfud juga memainkan momentum dalam kasus Nazaruddin ini. Mencari waktu yang tepat, kapan harus menggempur. "Mungkin Mahfud berpikir dari pada dimamfaatkan lebih baik mendahului dengan cara memukul duluan," jelasnya yang menambahkan dengan langkah itu Mahfud menegaskan citra lembaganya yang relatif lebih bersih dari lainnya. Adapun ancaman Nazaruddin membongkar borok MK, kata Sumarno, itu hanya gertak sambel.

Staf khusus Presiden, Daniel Sparingga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, langkah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam membongkar dugaan praktek suap ini patut ditiru. Pertemuan antara SBY dan Mahfud membuktikan adanya komitmen dalam pemberantasan korupsi.

Tapi hal ini baru langkah awal. Sebab, yang terpenting adalah bagaimana proses hukum Nazaruddin selanjutnya. Dalam hal ini, KPK dintuntut berani membuktikan dan membongkar hingga ke akar-akarnya, lepas dari permainan kekuasaan sehingga kebenaran akan terkuak.

Sekadar diketahui, Nazaruddin dilaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD telah memberikan uang senilai 120 ribu dolar Singapura kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M Gaffar, tahun lalu.

Nazaruddin juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi wisma atlet SEA Games Jakabaring Palembang, Sumatra Selatan. Mindo Rosalina Manullang, salah satu tersangka dalam kasus ini, menuturkan dirinya adalah anak buah Nazaruddin di
PT Anak Negeri. Nazaruddin pernah tercatat sebagai Komisaris Utama di perusahaan itu.

Rosa ditangkap KPK bersama Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram, dan Direktur PT Duta Graha Indah, Muhammad El Idris. Mereka ditangkap setelah melakukan transaksi tiga lembar cek senilai Rp 3,2 miliar dari Idris kepada Wafid.

Duta Graha adalah perusahaan pemenang tender pembangunan wisma atlet ini. Rosa pernah menuturkan dirinya hanya menjalankan perintah dari Nazzarudin untuk menyerahkan success fee pemenangan Duta Graha kepada Wafid.

Kasus lainnya yang membelit Nazaruddin adalah dugaan pemalsuan dokumen garansi bank yang seolah-olah dikeluarkan Bank Syariah Mandiri dan Asuransi Syariah Takaful Cabang Pekanbaru, Riau. Pemalsuan itu ditengarai dilakukan untuk memuluskan langkah perusahaan Nazaruddin, PT Anugerah Nusantara, memenangkan tender Departemen Perindustrian serta Departemen Kelautan dan Perikanan.

Nazaruddin memalsukan dokumen garansi bank seakan-akan dia memiliki rekening yang cukup di bank itu untuk memenuhi syarat ikut proyek pengadaan barang dan jasa di Departemen Perindustrian dan Departemen Perikanan dan Kelautan senilai Rp200 miliar atas perusahaan dia, PT Anugerah Nusantara.

Comments