Jalan Cakung-Cilincing, Jalur Tengkoraknya di Jakarta


SUASANA haru masih menyelimuti rumah kontrakan di Kampung Singa Begog RT 06 RW 03 No. 21, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Di rumah sederhana itulah tinggal Haerudin (37) dan Nurhasanah (35), orangtua yang harus kehilangan tiga anaknya akibat kecelakaan lalu lintas di Jalan Cakung Cilincing (Cacing).

Kesedihan mendalam tak hanya mendera pasangan Haerudin dan Nurhasanah. Pasalnya, kecelakaan di Jalan Cacing ini dari mulai Januari hingga April 2011 tercatat sudah mencapai 280 kasus, menewaskan 42 orang dan 238 orang lainnya luka.

Saat okezone menyambangi rumah Haerudin baru-baru ini, tampak seorang ibu tengah menggendong seorang bayi dengan tatapan kosong. Sesosok pria menyandarkan tubuhnya di sebuah bangku panjang yang mulai rusak. Sementara di sudut lain dari rumah itu menyelip kesibukan sejumlah orang yang tengah mempersiapkan acara tahlilan.

Setelah okezone memperkenalkan diri dan turut mengucapkan belasungkawa, Haerudin pun bersedia berbagi cerita tentang pengalaman tragis yang menyebabkan kehilangan tiga buah hantinya secara berturut-turut. Sempat syok bahkan nyaris stres dengan peristwa yang hingga saat ini masih terus membayangi pikirannya.


Kecelakaan maut pada Kamis 14 Juli 2011 itu telah merenggut dua anaknya, Bambang Rudiansyah (7) dan Andriansyah Ramdani (6). Menurut Haerudin yang berprofesi tukang ojek ini, kejadian tragis tersebut berawal saat menjemput anaknya yang baru saja pulang dari sekolah di SDN 02 Semper, Jakarta Utara.

Dengan mengendarai sepeda motor Jupiter MX bernopol B 6616 UPK, dia membonceng kedua anaknya dan berencana menengok rumah lama yang kena gusuran. "Saya berniat nengokin rumah yang dulu kena gusur. Di depan salah satu perkantoran, saya menghindari lubang di tengah jalan. Tiba-tiba ditabrak kontainer dari belakang. Anak terlindas bagian ban belakang truk," tutur Haeruddin.

Kepergian dua putranya itu kian menambah dalam luka keluarga Haeruddin mengingat putra keduanya, Muhammad Arifin (19) juga tewas terlindas truk kontainer di Jalan Cacing pada Maret 2011. Korban yang akan pergi ke tempat kerja bersama sepupunya, tewas setelah tertabrak saat menyeberang.

”Di tahun ini memang cobaan berat sedang kami alami sekeluarga. Sebelumnya, rumah pertama kami beralamat di sebelah rumah baru digusur, kini dua anak kami kembali jadi korban Jalan Cilincing-Cakung. Kadang saya bertanya sama Allah, apa salah saya?" ucap Haerudin didampingi istrinya yang tampak mengembang air di kelopak matanya.

Diketahui, perusahaan dari sopir kontainer yang menabrak kedua puteranya sudah mendatangi rumah duka dan meminta maaf. Namun sampai saat ini keluarga korban belum bisa berbicara banyak. ”Mereka dari perusahaan setiap hari ke mari, tapi dari kami belum siap ngomong karena masih syok. Mereka peduli kepada kami. Semalam mereka ke mari ikut tahlilan,” ucap pria asal Jawa Tengah itu.

Dari penuturan Haerudin, ketiga anaknya dikubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Budi Darma, yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Anak-anaknya yang lebih dulu dijemput Yang Maha Kuasa, sengaja dimakamkan dengan berdampingan. "Anak saya yang kecil, saya kuburkan langsung jam dua belas malam. Saya tak tega melihatnya," ujar pria yang saat ini mempunyai satu cucu dari putri pertamanya.

Menurut Nurhasanah, sebelum kepergian dua buah hatinya ada hal yang aneh dari sikap seperti biasanya. Seminggu sebelum kejadian nahas itu, dirinya banyak dirongrong oleh anaknya yang mendadak rewel seperti minta perhatian lebih.

”Tingkahnya sangat beda sepekan sebelum meninggal. Katanya minta dibeliin kasur baru. Katanya mau tidur ama abangnya (Arifin). Ma, beliin kasur baru mau tidur bareng Aa,” ucap Nurhasanah menirukan suara Andriansyah Ramdani sambil mengusap air mata yang mulai membasahi wajahnya.

Keganjilan itu tidak memberikan firasat apa-apa akan ada peristiwa yang menimpa putra mereka. Ingin hati membelikan kasur baru, sayangnya niat itu tak kesampaian. Keanehan lainnya, kata Nurhasanah, Ramdani minta dibelikan baju baru. ”Dia minta makan sama ayam terus, minta dibeliin baju baru dan lemari. Entong mah anaknya suka blak-blakan beda dengan abangnya yang pendiam,” tutur warga asli Betawi Priok ini.

Maemunah, tetangga dari keluarga yang tengah dirundung duka itu turut prihatin. Akhir-akhir ini Nurhasanah terlihat sangat muram dan lesu, seperti tak bersemangat menjalani hidup. ”Saya kasihan ngeliat emaknya Ramdani, setiap hari kalau siang bengong dan kadang nangis sendiri. Saya mah namanya tetangga cuman bisa bilang sabar dan ikhlasin aja,” ungkap dia dengan logat Betawi yang kental.

Umai, biasa perempuan ini disapa menambahkan, kedua anak korban Jalan Cacing ini sangat dekat dengan bapaknya. ”Anaknya yang bontot mah deket banget ama bapaknya, kalau ke mana-mana maunya ngikut terus,” terang dia.

Apa yang menimpa keluarga Haerudin bisa jadi akan menimpa keluarga-keluarga lainnya jika kondisi rawan kecelakaan di Jalan Cacing, terutama kerusakan jalan tidak mendapat perhatian serius dari instansi terkait. Jalan Cacing, hanya salah satu jalur tengkorak di Jakarta yang banyak meminta korban. Tak pelak, jalanan di Jakarta ini menjadi predator yang setiap saat siap mencari mangsa para pengendara yang lalai.

Comments