SOROTAN negatif dari publik terhadap wakil rakyat di Senayan sepertinya tidak akan pernah surut. Banyak kasus yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terutama skandal korupsi yang kian genting di negeri ini karena sudah merambah penyelenggara negara dan elit partai politik.
Tak ayal, catatan hitam anggota DPR ini semakin tebal. Kini, publik pun dikejutkan dengan indikasi calo anggaran yang berkaitan dengan pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Kasus tersebut menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, anggota Komisi X DPR asal Fraksi Demokrat, Angelina Sondakh, dan politikus asal Fraksi PDIP, Wayan Koster.
Belakangan, nama anggota DPR Partai Demokrat, Mirwan Amir, disebut-sebut turut terlibat. Kasus dugaan korupsi ini kian menggurita setelah Nazaruddin dari pelariannya "bernyanyi" soal dana haram yang mengalir di kepada elit Partai Demokrat.
Sekilas itulah potret kelam wakil rakyat yang berkantor di Gedung Kura-Kura, Senayan, Jakarta. Entah sampai kapan "sinetron" amburadulnya sistem anggaran di lembaga legislatif yang malah membuka lebar pintu praktik percaloan dan politik transaksional dari para politisi busuk itu, terus diputar.
Memang di Senayan tengah gaduh dengan suara-suara sumbang. Ketika semua mata tertuju ke DPR-pusat, ada yang luput dari pengamatan kita. Kesunyian dari rumah wakil rakyat Jakarta. Sunyi bukan berarti adem-adem saja, tanpa masalah. Tidak menutup kemungkinan praktik serupa di Senayan juga terjadi di DPRD, karena sistemnya masih sama. Mungkin, karena tidak banyak pihak yang konsisten mengawasi kinerja wakil rakyat daerah ini, sehingga prilaku tak terpujinya tak tersentuh.
DPRD DKI Jakarta yang merupakan bagian pemerintahan Ibu Kota, seakan tanpa suara ketika Jakarta masih dirundung bertumpuk masalah klise. Tak heran jika ada anggapan anggota DPRD DKI kerap dicap sebagai orang-orang yang "makan gaji buta". Dari 94 anggota dewan yang bertugas di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, ini dinilai tidak dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.
APBD DKI tahun ini senilai Rp31,76 triliun adalah anggaran yang tak sedikit, terlebih Jakarta adalah Ibu Kota Negara. Tapi nyatanya Jakata masih tersandera persoalan pelik yang tak pernah tuntas. Ada kemacetan yang kian menggila, ancaman banjir yang tak pernah reda malah berpotensi menenggelamkan etalase Indonesia di mata dunia, sejalan kerusakan lingkungan di pesisir utara Jakarta dan imbas pemanasan global.
Belum lagi soal penyakit sosial masyarakat seperti, kriminalitas di jalanan, pelacuran, peredaran narkoba, anak jalanan, dan lainnya. Para elit pemerintahan legislatif DKI ini bukan giat memecahkan solusi dari problem itu, justru yang ramai adalah kompetisi kekuasaan dalam bursa pemilihan Gubernur 2012.
Banyaknya fasilitas dan tunjangan dengan menyedot ratusan miliar APBD DKI, ternyata tidak diikuti dengan meningkatnya kinerja anggota dewan untuk memperjuangkan nasib rakyatnya. Alhasil, gedung DPRD DKI sepi dari kehadiran anggota dewan. Banyak kursi anggota parlemen ini yang kosong baik saat rapat kerja komisi maupun rapat paripurna. Kemalasan anggota dewan mengakibatkan banyak rapat pengesahan produk DPRD DKI langganan dibatalkan karena tidak memenuhi kuorum, yakni kehadiran 2/3 anggota dewan.
Tak jarang, mereka juga "kabur" di tengah sidang berlangsung. Sepertinya, dari awal memang mereka sudah lupa untuk tertib ngantor, mengikuti persidangan hingga selesai. Kesempatan meninggalkan rapat sementara malah dijadikan modus untuk "melarikan diri" dari tugasnya sebagai wakil rakyat. Bahkan di beberapa ruang komisi ada istilah "sembako". Sembako di sini bukan singkatan sembilan bahan pokok, melainkan semua bangku kosong. Julukan ini muncul lantaran ruang komisi selalu sunyi, dan pintu sering tertutup rapat.
Kalau sudah begini, tentu saja menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana keseriusan anggota dewan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam rencana anggaran pembangunan? Apa mereka sudah lupa tugas utamanya melayani rakyat?
Mudah-mudahan lagu "Surat Buat Wakil Rakyat" yang dibawakan penyayi Iwan Fals dapat mengetuk nurani para walil rakyat. "Di hati dan lidahmu kami berharap. Suara kami tolong dengar lalu sampaikan. Jangan ragu jangan takut karang menghadang. Bicaralah yang lantang jangan hanya diam. Di kantong safarimu kami titipkan. Masa depan kami dan negeri ini."
Comments
Post a Comment