Kawin-cerai sepertinya tak hanya milik para selebritis yang kerap masyarakat tonton dalam tanyangn gosip atau infotaimen yang marak di televisi. Apakah karena masyarakat terpengaruh tontonan tersebut, faktanya dalam lima tahun terakhir ini angka penceraian di Indonesia naik tajam.
Hal ini terlihat dari data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA). Pada kurun 2010 ada 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian ke Pengadilan Agama se-Indonesia.
Kasus tersebut dibagi menjadi beberapa aspek yang menjadi pemicu munculnya perceraian. Misalnya, ada 10.029 kasus perceraian yang dipicu masalah cemburu. Kemudian, ada 67.891 kasus perceraian dipicu masalah ekonomi. Sedangkan perceraian karena masalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga mencapai 91.841 perkara.
Diluar itu, pemicu perceraian adalah masalah politik. Tercatat ada 334 kasus perkara perceraian yang dipicu masalah politik. Secara geografis, perkara perceraian paling banyak terjadi di Jawa Barat yakni 33.684 kasus, disusul Jawa Timur dengan 21.324 kasus. Di posisi ketiga adalah Jawa Tengah dengan 12.019 kasus.
Melihat data-data di atas, terlihat adanya kesadaran masyarakat untuk menyelesaikan polemik rumah tangga di pengadilan. Namun demikian, tingginya angka penceraian ini menunjukan adanya problem dalam rumah tangga yang tidak bisa terselesaikan, sehingga cerai merupakan jalan pungkas untuk memutus masalah.
Persoalannya, apakah dengan cerai masalah akan selesai? Tidak juga, karena harus dilihat dari akar persoalan yang melatari terjadinya perceraian. Dari data tadi, dapat disimpulakan ada berapa pemicu penceraian yakni, cemburu, ketidakharmonisan, faktor ekonomi, bahkan urusan politik pun ternyata bisa menjadi penyebab pisahnya suami-istri.
Di luar faktor ekonomi, penyebab-penyebab penceraian di atas pada dasarnya dipicu oleh satu yang namanya perselingkuhan. Istri atau suami yang selingkuh mengakibatkan salah satu pasangan menjadi cemburu. Tidak percaya lagi dengan pasangannya, yang ada hanya prasangka buruk. Pada akhirnya kondisi demikian melahirkan rumah tangga yang tidak harmonis juga. Memang ada faktor lain yang menyebakan ketidakharmonisan, bisa akibat beda visi, alasan orangtua, atau beda prinsip lainnya.
Mungkin bahtera tangga masih bisa dipertahankan walau terpaksa karena alasan anak atau orangtua, tapi nyatanya hidup bersuami-istri tidak lagi dengan cinta dan kasih sayang. Yang ada hanya kesedihan, benci, dendam akan penghianatan. Karena selingkuhlah, rumah bukan lagi tempat untuk berbagi, saling merasakan suka dan duka, saling mendukung, mengerti dan menghormati pasangan.
Rumah menjadi neraka yang saban hari menjadi medan pertengkaran. Itulah buah dari perselingkuhan yang tak juga membuat jera para pelakunya. Budaya selingkuh yang marak di pertontokan oleh media dari prilalu selebritas, publik figur, hingga elit politik dan penyelenggara negara, akhirnya menjadi teladan buruk bagi masyarakat. Jadi jangan heran dengan kecanggihan teknologi informasi seperti ponsel pintar, jaringan internet berbasis jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan lainnya, semakin memuluskan niat perselingkuhan.
Memang masalah penceraian ini sangat kompleks, sehingga banyak alasan dari pasangan suami-istri untuk berpisah, memutus tali suci pernikahan. Padahal, ikatan pernikahan ini adalah hal yang sangat mulia dan agung, tak sekedar menyalurkan hasrat biologis melainkan menunaikan perintah agama. Setiap agama apapun sangat menjunjung tinggi pernikahan.
Tak ada satu pun agama yang membenarkan tindakan kumpul kebo atau perzinahan. Pernikahan adalah menyatukan dua pribadi yang berbeda, menyatukan ikatan batin untuk memuliakan manusia yang beradab. Karena hanya binatanglah yang kawin tanpa harus nikah. Pernikahan juga menjadi satu-satunya cara untuk memelihara kehormatan keturunan untuk keberlangsungan generasi selanjutnya.
Dalam ajaran Islam, cerai adalah perbuatan halal yang paling dibenci Allah. Menikah dianggap penyempurna separuh agama. Karena dengan menikah peluang untuk mendapatkan pahala satu sama lain sangat besar. Istri boleh berpahala besar dengan taat kepada suami. Begitupun suami dapat menimba pahala besar dengan menafkahi istri lahir batin. Melalui pernikahan diharapkan akan muncul ketentraman lahir dan batin bagi yang menjalaninya. Allah memunculkan rasa cinta di hati suami-istri sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang-Nya.
Karena cerai sesuatu yang dibenci Allah, maka seyogianya kita memahami betul hakikat pernikahan itu. Mempersiapkan segala-sesuatunya dengan baik sehingga tercipta pernikahan dan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah, itulah indahnya pernikahan. Nikah yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan, insya Allah rumah tangga kita akan terpelihara dari perceraian. Kalaupun sampai cerai, itu adalah ujian dari Allah untuk lebih baik lagi ke depannya.
Comments
Post a Comment