Lika-Liku Sri Mulyani Menuju RI 1


Meski sosoknya kini agak jarang tampil di muka umum dan media massa, namun kharisma wanita berkaca mata ini masih kuat mewarnai perpolitikan di Tanah Air. Adalah Sri Mulyani yang kini digadang-gadang sebagai kandidat kuat calon presiden RI pada Pilpres 2014.

Wanita sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, salah satunya diusung oleh Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia. Bahkan rumornya, Partai Demokrat yang kini tengah mengalami badai politik akibat nyanyian bekas bendaharanya M Nazaruddin, juga membidik Sri Mulyani sebagai salah satu kandidat capres.

Nah, sebelum berkiprah di lembaga donor dunia bergengsi tersebut, perjalanan hidup dan karier dari wanita kelahiran Bandar Lampung 26 Agustus 1962 ini sangat panjang dan berliku.

Jabatan terakhirnya di pemerintahan setelah berkantor di Bank Dunia adalah Menteri Keuangan di Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dari Kabinet Indonesia Bersatu.

Lulusan Ph.D. of Economics di University of lllinois Urbana-Champaign, USA, ini sebelumnya dikenal sebagai seorang pengamat ekonomi dan menjabat Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) sejak Juni 1998.

Pada 5 Desember 2005, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan perombakan kabinet, Sri Mulyani dipindahkan menjadi Menteri Keuangan menggantikan Jusuf Anwar. Sejak tahun 2008, Sri Mulyani diamanahi jabatan Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr Boediono dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Dia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Sri Mulyani juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia Oktober 2007.

Kembali ke persoalan politik, kemunculan nama Sri Mulyani sebagai calon Presiden RI tak luput dari pro dan kontra. Pun dengan kepergiannya ke luar negeri untuk menempati posisi elit di Bank Dunia, tak lepas dari polemik dan intrik politik. Nama Sri Mulyani dikecam sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam megaskandal dana talangan Bank Century senilai Rp6,7 triliun.

Kasus Century ini sempat memanaskan perpolitikan di Tanah Air lantaran para politisi di Senayan menggulirkan hak angket untuk meminta pertanggung jawaban Sri Mulyani dan Boediono. Hak angket ini nyaris memakzulkan Presiden SBY, melalui sasaran tembak Wapres Boediono dan Sri Mulyani.

Kenapa Sri Mulyani dianggap paling bertanggung jawab dalam kasus Century ini? Sri Mulyani Indrawati mengakui laporan atas kucuran dana talangan kepada bank gagal Bank Century baru dilakukan 25 November 2008, atau empat hari setelah keputusan penyelamatan diambil oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

Menurutnya, Komite Kebijakan Sektor Keuangan memutuskan bail out Bank Century pada 21 November. Lalu, Menteri Keuangan melapor ke Wapres Jusuf Kalla pada 22 November. Sehari setelah laporan atau 23 November, dana talangan ke Century dicairkan.

Kendati demikian, penanganan Century juga dikomunikasikan kepada Presiden SBY. Laporan dilakukan secara prosedural, mulai dari perkembangan sektor keuangan secara keseluruhan yang mulai mengalami tekanan hingga laporan Gubernur Bank Indonesia saat itu, Boediono, yang menyampaikan beberapa kondisi perbankan yang menghadapi tekanan. Ketika itu, Bank Indonesia menyampaikan akan ada krisis sistemik di perbankan, termasuk adanya tekanan likuiditas yang sangat dalam.

Namun semua alasan dari kebijakan Sri Mulyani dalam menggelontorkan dana bailout Rp6,7 triliun ditentang habis oleh masyoritas pengusung Hak Angket Century.

Bola liar Century itu kemudian diselesaikan pemerintah dengan "memutasi" Sri Mulyani ke Bank Dunia. Kini, baru setahun Sri parkir di luar negeri, namanya kembali meramaikan perpolitikan Tanah Air karena diusung menjadi calon presiden. Meski, Sri belum mengamini usungan tersebut. Tapi, sebelum pergi ke Bank Dunia, Sri pernah berujar, I'll be back.

Sri Vs Ical
Hajatan demokrasi lima tahunan di Tanah Air 2014 masih jauh, namun sejumlah nama sudah banyak dimunculkan. Kemunculan tokoh-tokoh baru dan lama ini kian menarik dan pelik penuh intrik politik. Pada Pilpres mendatang dipastikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak akan mencalonkan lagi lantaran secara konstitusi setelah menjabat dua kali periode dilarang maju kembali.

Dengan demikian pintu bagi figur lain masuk dalam bursa capres 2014 semakin lebar, mengingat kompetisi antarcalon yang dimunculkan cenderung berimbang dari segi kapasitas dan kridebiltas. Seperti diketahui, SBY tampil sebagai tampuk pimpinan nasional tak lepas dari kharismatik dan kepiawaian dalam pencitraan, sehingga mendulang simpatisan publik yang besar.

Sejumlah tokoh nasional yang disebut-sebut bakal meramaikan Pilpres 2014 adalah mantan Wapres Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ibu Negara Ani Yudhoyono, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Radjasa, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Prabowo Subianto, Wiranto, dan lainnya.

Dari sekian nama itu, Ical dan Sri Mulyani yang paling mendapat sorotan setelah keduanya terlibat dalam perang terbuka buntut dari skandal dana talangan Bank Century senilai Rp6,7 triliun. Sebelumnya, publik sudah mencium adanya gelagat saling "tikam" dua tokoh ini di pemerintahan Kebinet Indonesia Bersatu.

Apa yang membuat keduanya sampai terlibat perang terbuka? Dari kubu Sri Mulyani, Ical mempunyai sejumlah "dosa besar" yang dianggap sudah tak bisa dimapuni.

Di mata Sri, Ical harus bertanggung jawab terhadap bencana lumpur Lapindo yang telah menenggelamkan sebagian wilayah di Porong, sehingga menimbulkan kerugian sangat besar dan penderitaan dari penduduk. Pemerintah bukannya mendesak perusahaan Bakrie membayar kerugian tersebut, dan menjatuhkan sanksi akan kelalain yang menyebankan bencana lumpur, namun sebaliknya, pemerintah mendukung pencalonan Ical sebagai ketum Partai Golkar.

Kesalahan kedua Ical adalah karena pemerintah SBY-JK mengintervensi penjualan saham PT Bumi Resource Tbk yang notabene adalah milik keluarga Bakrie. Pada Oktober 2008, bersamaan krisis finansial dunia, saham-saham perusahaan nasional di BEI jatuh bebas tidak terkendali. Saham BUMI yang tiga bulan sebelumnya mencapai Rp7.000 per saham, anjlok dibawah Rp1.000 per saham. Tapi, pihak otoritas saham tiba-tiba menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham BUMI hanya karena adanya ‘titipan’ dari Menko Kesra Aburizal Bakrie.

Di samping itu, Sri mempersoalkan sejumlah perusahaan mulik keluarga Bakrie yang mengemplang pajak. Selanjutnya, kebijakan Sri Mulyani menertibkan rekening liar di sejumlah departemen karena diduga menjadi alat money laundring sangat tidak disukai oleh kalangan pengusaha dan politikus. Sampai tahun 2008, jumlah rekening liar yang berhasil ditutup mencapai 2.086 rekening senilai Rp7,28 triliun.

Kubu Ical tentunya tidak tinggal diam. Isu skandal Bank Century dijadikan serangan balik oleh Ical untuk memukul Sri Mulyani. Kala itu, Ketua Umum Partai Golkar gencar menyuarakan penonaktifan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani, selama proses pemeriksaan Pansus Angket Century.

Ini buntut dari konflik personal secara terbuka di antara keduanya. Dalam wawancara di The Wall Street Journal edisi Kamis 9 Desember 2009, Sri Mulyani menyebutkan jika Ical tidak menyukainya setelah menolak menutup perdagangan saham BUMI Resources milik Bakrie yang mengalami kejatuhan.

Pada akhirnya, Mulyani dan Boediono secara politis divonis bersalah oleh Pansus Angket Century yang dimotori Golkar, sebaai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus Century. Sementara tudingan pidana korupsinya mandek di Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga tak jelas juntrungannya.

Akhir dari kasus yang tak pernah terang-benderang ini mengantarkan Sri Mulyani hengkang dari Tanah Air dengan menerima pinangan dari Bank Dunia. Pemeritahan SBY-Boediono selamat dari pemakzulan, namun kasus Century masih menyimpan bom waktu yang dapat diledakan lagi.

Kini Ical dengan kendaraan politik Golkar sudah membulatkan tekad maju di Pilpres. Bagaimana dengan Sri Mulyani? Adalah Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) yang bakal mengusungnya di Piplres. Kabarnya, Partai Demokrat juga tengah mengelus wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 sebagai capres.

Seandainya, kedua tokoh ini berhadap-hadapan di Pilpres 2014 tentu akan membuka perang terbuka secara lembaga dan personal jilid dua. Sebuah pertempuran yang tidak kalah sengit dari sebelumnya. Keduanya masih memegang kartu As dan sisa amunisi dari kasus-kasus yang belum benar-benar tuntas itu.

Comments