Kesaksian Mahfud MD untuk Andi Nurpati

"Ini yang saya tunggu, bongkarlah kalau perlu bawa traktor." Pernyataan tegas ini diucapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat menggelar jumpa pers di kantornya, Rabu 22 Juni 2011. Pernyataan Mahfud MD ini menantang mantan hakim MK Arsyad Sanusi untuk membuktikan ancamannya yang akan membongkar kasus tersembunyi di MK. Arsyad menuding Mahfud membunuh karakternya dalam kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK terkait kursi legislatif Dewie Yasin Limpo, berawal pada 14 Agustus 2009. Perseteruan Mahfud MD dan Arsyad hanyalah salah satu fakta dari terungkapnya kasus surat palsu MK yang menyeret mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati. Saat ini Andi menjabat sebagai juru bicara Partai Demokrat, setelah hengkang dari KPU. Dalam kasus Andi Nurpati ini, Mahfud MD bisa dibilang sebagai whistle blower, karena telah membongkar kebobrokan Pemilu tahun 2009 yang diyakini bisa membuka kedok adanya praktik mafia pemilu. Meski awalnya kasus pemalsuan dokumen tersebut sudah dilaporkan Mahfud MD secara diam-diam ke Polri pada tanggal 12 Februari 2010, akhirnya mencuat ke publik dan ramai dibicarakan lantaran menyangkut elite partai yang berkuasa saat ini. Besok, Bareskrim Mabes Polri akan memanggil Mahfud MD sebagai saksi. "Besok Pak Mahfud akan hadir, diterima penyidik pukul 10.00 WIB, bersama dua hakim komisioner," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam, Rabu (28/9/2011). Menurut Anton, Mahfud MD dimintai kesaksiannya atas permintaan Zainal Arifin Hoesein. "Pak Zainal Arifin itu kan ingin hadirkan saksi yang meringankan dia sebagai tersangka," tutup Anton. Zainal telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan surat. Zainal merasa dirinya dikambinghitamkan penyidik Bareskrim Polri, karena tidak mampu mengungkap aktor utama di balik pemalsuan surat itu. Sebab, itu dia membutuhkan keterangan saksi yang meringkan, yakni Mahfud MD. Banyak pihak mengharapkan ditetapkannya Zainal sebagai tersangka bisa menjadi pintu masuk Bareskrim untuk menetapkan tersangka selanjutnya, tak terkecuali mantan Hakim MK Arsyad atau mantan anggota KPU, Andi Nurpati yang dinilai kuat terlibat dalam kasus itu. Hal ini juga semakin menguatkan bahwa ada orang di atas Zainal yang memberi perintah kepada Zaenal. Kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK terkait kursi legislatif Dewie Yasin Limpo, berawal pada 14 Agustus 2009 silam, saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil Sulsel, yang diperebutkan Dewie Yasin Limpo dari Hanura dengan Mestariani Habie dari Gerindra. MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya, pemilik kursi yang dinyatakan jatuh kepada Mestariani Habie. Tetapi, KPU malah memberikan putusan kursi tersebut diberikan kepada Dewie Yasin Limpo. Keputusan ini membuat MK mengecek surat tanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang dikirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewie Yasin Limpo adalah palsu. Kronologi surat palsu MK Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M Gafar di depan anggota Komisi II DPR, 21 Juni 2011 membeberkan kronologi surat palsu putusan MK terkait calon anggota legislatif Dapil Sulawesi Selatan I dari Hanura, Dewi Yasin Limpo, yang dilakukan di kediaman mantan MK, Arsyad Sanusi. Konsep surat tersebut dibuat oleh staf administrasi MK, Mashuri Hasan. Dia datang ke kediaman Arsyad pada 16 Agustus 2009. Kedatangannya tersebut atas panggilan putri Arsyad, Neshawati. Hasan kemudian mencetak konsep, diberi tanggal surat 14 Agustus 2009, dan diberi nomor surat 112 dengan tulisan tangan. Bukti buku penomoran surat juga ditulis Hasan dengan tulisan tangan. Hasan langsung meluncur ke gedung MK dan bermaksud untuk mengadministraskan surat yang sudah dikonsep itu. Karena sekretaris panitera MK Alifah ketika itu tidak masuk, akhirnya Hasan mengadministrasikan, tapi tidak ada tanda tangan panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein. Hasan terus berupaya untuk mendapatkan tanda tangan di surat yang telah dikonsep tersebut. Hasan pun memalsukan tandatangan dengan cara mencangkok komputer, membongkar isinya. Hasan punya file tanda tangan panitera MK, file TTD Panitera 0000059, sama dengan Mashudi Hasan, scan tanda tangan panitera MK, Zainal Arifin Hoesein. File tersebut kemudian disimpan ke USB milik Alifah, tapi menurut pengakuan Alifah, USB rusak sudah tidak dapat digunakan. Setelah mendapatkan file tanda tangan tersebut, maka Hasan segera meluncur ke kediaman Arsyad. Di apartemen Arsyad, ternyata sudah ada ibu Dewie Yasin Limpo. Konsep surat itu diberikan ke Arsyad, sementara USB diminta seseorang yang tidak diketahui namanya. Sebelumnya sekitar pukul 12.00 WIB dan 13.00 WIB panitera MK Zaenal Arifin Hoesein ditelepon Arsyad Sanusi. Pada malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB, panitera MK, Zaenal pun kedatangan tamu, yakni Dewie Yasin Limpo ke perumahan pegawai dan karyawan MK di Bekasi, Jawa Barat. Tujuan caleg asal Hanura itu meminta tolong supaya surat jawaban panitera agar ada kata penambahan. Permintaan langsung ditolak panitera MK. Esoknya, sekira pukul 14.00 WIB tanggal 17 Agustus 2009 Mashuri Hasan bertemu ketua MK, Mahfud MD kurang lebih selama 15 sampai 20 menit. Tujuan Hasan untuk berkonsultasi ke ketua MK perihal surat jawaban putusan. Mahfud menjelaskan ke Hasan bahwa surat jawaban harus berdasar ke amar putusan MK, yang harus dikirim ke Andi Nurpati. Setelah berkonsultasi, surat itu pun dibawa ke KPU pada sore hari dengan maksud diberikan ke Komisioner KPU. Saat itu Hasan ditemani Nalom. Di sana mereka bertemu Dewie Yasin Limpo yang juga sudah berada di KPU. Malam harinya, kedua staf MK itu pun meluncur ke Jak TV bertemu anggota KPU Andi Nurpati, yang saat itu tengah menjadi pembicara di stasiun televisi tersebut. Surat diterima Andi Nurpati, namun tidak mau menerima dan tanda tangan. Alasannya, kalau tidak mengubah jumlah kursi mengapa dikabulkan. Andi Nurpati menyerahkan surat itu kepada sopirnya, Aryo.

Comments