Situs penyebar radikalisme, perlukah ditutup?

Sejumlah kalangan meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) diminta segera menutup situs-situs internet yang situs-situs internet yang menyebarkan ajaran radikalisme. Pemblokiran situs radikal sebagai langkah preventif untuk mencegah tersebarnya faham menyimpang, sehingga sangat penting dilakukan. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan, media komunikasi melalui internet adalah salah satu alat propaganda yang efektif dilakukan oleh kelompok teroris di Indonesia. Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris mengungkapkan, upaya deradikalisasi melalui media komunikasi internet sudah harus mendesak dilaksanakan. Apalagi, masyarakat Indonesia semakin banyak yang mengakses internet dan semakin besar pula peluang menjadi radikal sepanjang masih ada situs yang mengarah pada radikal. Irfan yang Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin ini mengatakan, upaya deradikalisasi melalui internet akan segera dibicarakan bersama Kementerian Kominfo dan meminta segera menutup situs yang bernada provokasi radikal. Dia mencontohkan, situs arrahmah.com yang memuat tulisan yang bernada radikal harus ditertibkan. Menurut dia, beberapa tulisan dalam situs tersebut bisa menimbulkan pandangan yang berbeda. “Semua media berpotensi mengarah pada radikal. Makanya harus ada kode etik yang mengatur, agar tidak memuat tulisan yang mengarah pada ajakan radikal atau memprovokasi,” kata dia kepada Koran Sindo. Dia mengatakan, banyak situs yang memprovokasi masyarakat tidak lagi mengedepankan sisi kemanusiaan. Situs ini sengaja menggiring pembacanya menjadi radikal. Selain media internet, kelompok radikal juga menyebarkan ajarannya melalui media film yang menyerukan jihad. Dia berharap semua pihak terkait seperti LSM bisa bekerja sama mencegah radikalisme di tengah-tengah masyarakat. Selama ini, lanjut Irfan sejumlah program deradikalisasi telah dilaksanakan. Namun, dianggap belum cukup untuk mencegah gerakan radikal yang tidak tampak tersebut. “Kami sudah melakukan rehabilitasi terhadap mantan teroris di Lapas, memberikan ekstra kurikuler kepada siswa SMA, re-edukasi bagi korban teroris, napi teroris, dan keluarganya,” kata dia. Selain itu, BNPT sudah melakukan pemetaan awal 14 provinsi yang masuk dalam kategori rawan radikalisme, seperti Jawa Tengah, Medan (Sumatera Utara), Jawa Barat, dan Poso (Sulawesi Tengah). Makassar (Sulsel) juga masuk dalam kategori itu, meski tidak berada pada peringkat atas, namun perlu tetap diwaspadai. "Dituduh dan difitnah? Itu sudah menjadi risiko media-media Islam yang konsisten membela jihad dan kaum Muslimin. Tuduhan dan fitnah biasanya datang dari musuh-musuh Islam di bawah kendali Amerika Serikat dengan alasan “perang melawan terorisme” atau dari mereka-mereka yang terjangkit penyakit Islamophobia alias takut dan anti Islam". Itulah pernyataan resmi Pemimpin Redaksi Arrahmah.com, M Fachry yang yang diposting hari ini. Menurut dia, bukan pertama kalinya Arrahmah.com difitnah. Konsistensi untuk selalu memberitakan dunia Islam dan jihad internasional membuat Arrahmah.com selalu menjadi incaran musuh-musuh Islam, khususnya konspirasi zionis salibis yang diikuti oleh antek-anteknya di seluruh dunia. "Berbagai cara sudah dilakukan, utamanya membentuk opini bahwa situs Arrahmah.com adalah situs propaganda terorisme yang harus dibasmi habis," tulis M Fachry. Kata dia, Ketua BNPT Ansyad Mbai, secara ngawur dan tendensius pernah menuduh bahwa Arrahmah.com adalah salah satu dari 11 situs yang dituduhnya sebagai situs propaganda terorisme. Mbai mengaku bahwa data-data untuk menuduh Arrahmah.com sebagai situs propaganda terorisme berasal dari satu institusi yang berpusat di Australia. Ironisnya, sebut dia, penyakit Islamophobia itu kini juga menghinggapi Ketua Umum PBNU, Said Agil Siraj. Dalam sebuah diskusi di TV One, program “Indonesia Malam”, Ketua PBNU ini meminta pemerintah untuk menutup situs-situs yang mengarah kepada radikalisme, seperti Arrahmah.com. M Fachry menjelaskan, pemerintah melalui Menkominfo nampaknya juga terserang penyakit Islamophobia, yang dengan reaktif ikut-ikutan alias manut saja disuruh menutup situs-situs jihad dan situs Islam, sebagaimana pernyataan Tifatul Sembiring yang akan melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang terkait terorisme, meski belum menyebut nama. Situs-situs jihad atau situs-situs Islam yang diblokir sudah pasti akan muncul kembali, karena keberadaan media Islam adalah tugas dan kewajiban untuk mengabarkan jihad dan dunia Islam sebagai amanah yang diemban seorang Muslim. Dengan demikian, yang harus ditutup adalah akar terorisme atau apapun yang menyebabkan aksi-aksi peledakan itu muncul. "Bukan dengan menutup situs-situs jihad yang hanya akan menimbulkan masalah baru, yakni membuktikan adanya penyakit Islamophobia dari pemerintah dan oknum-oknum tertentu yang selalu memusuhi Islam," tandas M Fachry. Terkait masalah ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan, sepanjang tahun 2011 sudah menutup 300 situs internet yang dianggap radikal. "Tahun ini, kita sudah mendapatkan pengaduan sebanyak 900 yang terkait dengan situs–situs radikal. Dari situ sudah kita follow up dan 300 situs sudah kita blokir," kata Menkominfo, Tifatul Sembiring seperti dikutip dari BBC Indonesia. Tifatul menambahkan bahwa tindakan pemblokiran memang lebih didasarkan pada pengaduan masyarakat karena tidak mungkin kementeriannya melakukan pengkajian atas semua situs internet yang ada. "Di dunia ini ada lebih dari 10 miliar situs internet, tentu tidak mudah kalau kita melakukan penelusuran terhadap semua situs itu. Jadi tentu saja berdasarkan laporan dari masyarakat ataupun yang dimuat di media-media." Adapun peraturan yang digunakan dalam menentukan radikalisme adalah UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ITE. "Itu yang menghasut. Atau melakukan blasphemy (fitnah) atas dasar perbedaan suku, agama dan ras. Itu dilarang undang-undang dan kita bekerja berdasarkan itu," tambahnya. "Jadi yang 600 itu tidak terkategori sebagai situs yang tidak menyebarkan kebencian." Sebelumnya, pemblokiran situs penyebar ajaran radikal ini mendapat dukungan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung usul pemblokiran situs-situs internet yang menyebarkan ajaran radikalisme. Wakil Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, untuk kepentingan perlndungan anak, pemerintah harus mengontrol konten situs yang menyebarkan paham keagamaan menyimpang, mengajarkan kekerasan, kebencian antaragama antarkelompok masyarakat. "Pemblokiran situs radikal sebagai langkah preventif untuk mencegah tersebarnya faham menyimpang," katanya. Kendati demikian, harus ada penindakan hukum yang keras bagi aktor yang menyebarkan ajaran kekerasan, radikalisme dan ajaran menyimpang lainnya ke publik sehingga ada efek jera. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga meminta pemerintah untuk menutup situs-situs yang menyebarkan faham radikalisme agar tidak menyuburkan pertumbuhan terorisme."Jangan hanya situs porno yang diblokir, situs yang mendorong terjadinya sikap radikal, fundamentalisme juga harus ditutup. Bahayanya sama," katanya. Said Agil Siroj bebasnya penyebaran ajaran adikal menjadi penyebab tidak kunjung habisnya aksi terorisme, terutama yang berdimensi ideologi. Penyebaran ajaran agama radikal yang meluas bisa mengakibatkan masyarakat awam merasa tidak ada yang salah dengan tindakan pelaku aksi teror yang berlabel jihad, juga lebih menguatkan keyakinan orang yang sebelumnya memiliki pemahaman keagamaan yang kaku. "Kalau sudah radikal secara ideologi maka tinggal selangkah lagi untuk melakukan tindakan radikal," tandas Said Aqil.

Comments