Belum selesai polemik pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bermula dari kritikan Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah, kini putusan Komite Etik KPK juga menuai pro dan kontra.
Putusan tersebut dinilai kontroversi karena di satu sisi banyak pihak yang mengapresiasi dan meminta menghormati. Sebab, melihat susunan anggota Komite Etik KPK adalah bukan orang sembarangan, melainkan tokoh-tokoh kredibel. Di sisi lain, juga mengundang kecaman terutama menyangkut keputusan tidak bersalahnya Chandra M Hamzah.
Publik terlanjur dijejali dengan informasi yang menyebutkan Chandra bermasalah. Dia dikait-kaitkan dengan sejumlah kasus yang ditanganinya dan diduga terlibat kasus suap seperti apa yang diakui Nazaruddin, tersangka kasus wisma atlet. Bahkan, kuasa hukum Nazaruddin menuding Komite Etik sengaja menyelamatkan Chandra.
Tak pelak publik yang awam dibikin bingung dengan dua realita ini. Apakah harus percaya kepada Komite Etik, Nazaruddin, atau ke Chandra langsung? Sampai-sampai, Ketua DPR Marzuki Alie menyarankan pihak-pihak yang tidak percaya kepada Komite Etik agar melakukan uji kebohongan dengan lie detector.
Bahkan, kata Marzuki Alie, Chandra yang dituding menerima suap kalau perlu bersumpah pocong. "Kalau perlu sumpah pocong, coba saja dulu. Hal aneh di negara yang aneh dan manusianya aneh, ya harus dilakukan dengan cara yang aneh," ucap politikus Partai Demokrat ini sambil berkelakar.
Putusan tak bersalah bagi Chandra memang konsekuensi besar. Artinya, semua yang ditudingkan oleh Nazaruddin bohong semua. Dengan kata lain, nyanyian nyaring bekas bendahara Partai Demokrat ini seperti tong kosong nyaring bunyinya.
Bagaimana kalau kebalikannya? Chandra divonis bersalah. Tentu, akan panjang lagi urusannya. Artinya, apa yang diomongkan adalah Nazaruddin benar adanya. Ini akan mengguncang karena selama ini berkembang opini peluru yang ditembakan Nazaruddin adalah kosong. Hanya sebuah kebohongan besar belaka yang disusul bantahan-bantahan dari nama-nama yang disebut Nazaruddin sebagai pemain. Jadi sebenarnya siapa yang diuntungkan dengan perdebatan ini?
Mungkin hal inilah yang menjadikan kubu Nazaruddin berang keputusan Komite Etik. Sebab, mereka menganggap dari rumor yang berkembang selama ini menganggap Chandra bermasalah. Atau boleh jadi ini upaya sistematis dari pihak koruptor untuk menendang Chandra dari KPK karena susah diajak main mata. Kalau mudah tentunya, tidak begitu gencar serangan terhadap wakil ketua KPK itu. Namun semua ini baru kemungkinan-kemungkinan saja.
Kenapa kubu Nazaruddin ngotot? Hal ini juga tidak terlepas dari pengakuan Yulianis, anak buah Nazaruddin. Yuliasnis menyebut jika inisial CDR itu adalah Chandra M Hamzah. Soal CDR ini Komite Etik meragukannya. Kalau benar Chandra, bukannya CDR seharusnya CMH, yakni kepanjangan namanya.
Seperti diketahui, saat diperiksa Komite Etik KPK, Nazaruddin pun membenarkan CDR yang sebelumnya disebut-sebut Yulianis sebagai petinggi KPK yang pernah diberi uang oleh Nazaruddin adalah Chandra. “Iya, itu poinnya, bahwa uang yang kepada Pak Chandra sudah saya jelaskan ke komite,” katanya di Gedung KPK, 8 September 2011.
Dia lantas mengatakan bahwa selain proyek pengadaan baju hansip pada pemili 2009, proyek e-KTP juga sebagai salah satu proyek yang digunakan Chandra untuk memerasnya. “Itu, proyek yang nilainya Rp7 triliun,” imbuhnya. Menurut Nazaruddin KPK telah mensupervisi proyek yang disebutkannya itu. Namun saat diminta untuk menjelaskan apa bukti dirinya pernah memberikan uang kepada Chandra dan Ade, Nazaruddin selalu berkelit dan tidak bisa menjawabnya.
Anggota Komite Etik KPK Ahmad Syafi'i Ma'arif atau biasa disapa Buya Syafii menganggap tuduhan-tuduhan terhadap Chandra yang dilontarkan Nazaruddin suatu hal yang wajar dan masuk akal.
Kenapa demikian? Menurut Buya, Chandra adalah orang yang memerintahkan penangkapan Nazaruddin di Cartagena Kolombia. Sehingga, wajar pihak Nazaruddin mengecam putusan Komite Etik dan melakukan perlawanan dengan tudingan-tudingan miring.
Tapi faktanya Komite Etik tidak menemukan pelanggaran pidana yang dilakukan Chandra. Komite Etik hanya menyimpulkan Chandra melakukan pelanggaran kode etik ringan. Dari hasil penyelidikan Komite Etik KPK, Chandra mengakui melakukan pertemuan tetapi bukan bertemu M Nazaruddin secara khsusus. Dalam pertemuan itu, terdapat Anas Urbaningrum, Saan Mustofa, Benny Kabur Harman dan M Nazaruddin.
Dalam pertemuan tersebut tidak membahas kasus, terlebih saat itu Chandra tidak kenal dengan Nazaruddin. Pertemuan tersebut sebatas silaturahmi. Disebutkan M Nazaruddin telah melakukan pertemuan khusus dengan M Chandra sebanyak lima kali kurun waktu 2008-2010.
Kuasa hukum Nazaruddin, Afrian Bondjol mengaku tidak heran dengan putusan Komite Etik yang mengecewakan. Pasalnya, permintaan Nazaruddin untuk dapat dikonfrontir dengan Chandra dan disaksikan media, tidak dikabulkan oleh Komite Etik. Begitu juga soal pemanggilan dan pemeriksaan Andi Muhayat sebagai saksi dugaan pertemuan keempat antara Nazaruddin dengan Chandra. "Itu yang diperiksa pengusaha yang salah, harusnya yang benar Andi Narogong, bukan Andi Muhayat," tegasnya.
Afrian menilai keputusan yang dikeluarkan oleh Komite Etik KPK sangatlah janggal. "Sekarang saya tanya, etis tidak kalau pimpinan KPK bertemu dengan anggota DPR malam-malam, mereka kan sama-sama pejabat negara, ini bisa jadi preseden buruk," ungkapnya.
Comments
Post a Comment