Bos media dalam sengkarut publikasi parpol

Dinamika politik di Tanah Air menjelang Pemilu 2014 kian teraba dengan munculnya manuver-manuver politik. Salah satunya, hehadiran pengusaha muda Hary Tanoesoedibjo di kancah politik yang bergabung ke Partai NasDem, secara langsung atau tidak menghangatkan suhu politik nasional. Meski bergabung di partai baru, dengan bergabungnya pengusaha media berbendera MNC ini tentu kian meneguhkan posisi Nasdem yang sebelumnya telah dibekingi Surya Paloh, pemilik Media Group. Bertemunya dua bos media besar ini bukan tidak mungkin menjadi ancaman bagi lawan-lawan politiknya, yang juga di antaranya dipegang pengusaha media. Sebut saja, Aburizal Bakrie, ketua umum Partai Golkar sekaligus pemilik media Group Viva. Sebab, tidak bisa dipungkiri, media punya andil besar dalam membangun pencitraan politik melalui pemberitaan dan iklan. Lalu, bagaimana dengan parpol yang tak punya dukungan jaringan media? Kekhawatiran pemilik media akan memanfaatkan jaringannya dalam kampanye politik seperti diutarakan Sekretaris Jenderal DPP PPP M Romahurmuziy. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, PPP mengusulkan adanya revisi dalam UU Pemilu. "Perlu diatur penggunaan media untuk kepentingan partai di dalam dan di luar masa kampanye dengan merevisi UU Pemilu. Hal ini penting untuk tidak membuat media kehilangan independensinya dan mendorong terjadinya persaingan tidak sehat, ketika pemilik media terlibat aktif ke dalam politik praktis," ungkap Romahurmuziy dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (9/11/2011). Menurut dia, sejauh ini yang sudah diatur dalam UU Pemilu hanya maksimum iklan Public Service Advertisement (PSA) partai sebanyak 10 kali per hari, per Tv selama masa kampanye. "Itupun pengawasannya pada Pemilu 2004 dan 2009, tidak pernah dipublikasikan oleh KPU ataupun Bawaslu," terang dia. Oleh karena itu, ujar Romahurmuziy, dalam menyongsong Pemilu 2014 dan seterusnya yang semakin memungkinkan peran penting media, maka perlu ada pengaturan dalam iklan kampenye di media massa. Beberapa hal yang perlu diatur, pertama, maksimum banyaknya dan durasi iklan partai di berbagai media, di luar dan di dalam masa kampanye. Kedua, mekanisme pelaporan partai kepada KPU atau Bawaslu tentang biaya iklan yang harus dibuktikan degan log proof tayangan di TV, radio, atau jenis media lainnya. "Ketiga, mekanisme pengawasan dan audit oleh Bawaslu atau KPU terhadap pelaporan yang dilakukan parpol," papar Romahurmuziy. Hal senada diutarakan Partai Demokrat. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua memperingatkan, bos media yang masuk parpol agar berpolitik secara sehat dengan tidak memanfaatkan media untuk memperkuat jaringan politiknya. "Kalau ada konglomerat erpihak, saya rasa kurang bagus di dunia penyiaran kita," katanya. Max berharap, bos media memisahkan antara kepentingan politik dan media yang dimilikinya. Hal itu penting agar media tetap independen. "Sekarang ini tergantung Pak Hary Tanoe dan Pak Surya Paloh ini mau dibawa kemana opini publik, kita mau dibawa kemana. Selama itu masih positif no problem, tapi menjurus pembantaian parpol atau orang lain, saya pikir itu mendapat perhatian pemerintah, biarpun kita masuk dalam koridor bebas," tuturnya. Sebab itu, Partai Demokrat mendorong DPR membahas persoalan ini, ketika ada fenomena parpol baru yang mendapat dukungan dari dua bos media. "DPR harus konsisten bahwa UU tentang kepemilikan media massa dibatasi. Apalagi kalau dia bergabung dengan parpol. Media jangan menjadi alat politik. Jangan sampai opini publik terpancing dengan media yang diarahkan untuk kepentingan sesaat," tukas Max. Sementara itu Partai Golkar menyatakan tidak terancam munculnya Partai NasDem. Kekuatan media bagi Golkar yang juga memiliki sejumlah media besar, bukanlah segala-galanya. "Golkar tidak pernah takut atau merasa terancam dengan lahirnya Partai NasDem. Malah bagus untuk menguji keberadaan partai di tengah masyarakat. Kekuatan media bukan segala-galanya," tutur politikus Golkar Nurul Arifin. Dia menjelaskan, kampanye dapat dilakukan dengan banyak cara. "Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memenangkan hati rakyat. Modal memang perlu, tapi saya yakin rakyat makin cerdas dengan pengalaman jual beli suara dan tidak menghasilkan sesuatu seperti yang diharapkan," terangnya. Kendati demikian, Nurul tidak mempersoalkan Nasdem yang memanfaatkan medianya untuk mendongkrak popularitas, sepanjang dilakukan secara fair. "Tidak ada yang bisa melarang penggunaan media dan jenis-jenis promosi lain, tapi gunakan itu dengan fair," pintanya. Kendati banyak pihak mengkhawatirkan masuknya bos media ke politik praktis berdampak terhadap independensi media yang bersangkutan, Hary Tanoesoedibjo secara langsung menegaskan kiprahnya di politik demi kemajuan bangsa. Katanya, alasannya sederhana, tak lain turut bekontribusi kepada bangsa dari jalur politik. Sementara sumbangsihnya di bisnis media, tidak diragukan lagi. "Sederhana. Saya ingin bisa berkontribusi kepada bangsa. Kalau secara bisnis saya sudah bisa dikatakan settle. Tapi untuk konkret dalam kegiatan kemasyarakatan akan lebih nyata kalau saya terlibat, itulah kenapa saya terjun ke politik. Itu alasannya, bagaimana saya secara pribadi bisa berkonstribusi positif kepada bangsa yang saya cintai," ujar Hary. Di Partai NasDem, Hary dipercaya sebagai ketua dewan pakar. "Jadi saya diminta untuk jadi ketua dewan pakar. Dewan pakar mengarahkan strategi bagaimana bisa membantu poin-poin dan arahan untuk membawa partai NasDem bisa menjadi partai besar," ujar Hary. Dia pun sangat yakin bahwa partainya akan lolos pada Pemilu 2014 mendatang dan akan meraih suara besar. Meski saat ini desakan RUU Pemilu akan dipatok dengan ambang batas parlemen sebesar 5 persen. Pihaknya yakin akan mendulang suara sangat besar dengan infrastruktur yang telah dibangun oleh Partai NasDem. "Saat pemilu nanti diharapkan bisa memperoleh suara yang cukup besar," kata dia. Hary mengatakan, partainya juga telah siap untuk bersaing dengan partai-partai besar lainnya. Bahkan dia sendiri tengah menyiapkan strategi untuk mewujudkan Partai NasDem sebagai partai besar. "Ya, kalau sudah mendeklarasikan sebagai partai politik, ya harus bekerja keras. Apakah nanti akan besar atau tidak ya itu tantangan sekarang, bagaimana pengurus bisa bekerja maksimal dan bisa menjadi partai besar. Itulah saya bergerak menuju ke sana," pungkasnya.

Comments