DPR terseret skandal jual-beli pasal UU

Lagi, anggota dewan mendapat tudingan miring terkait dengan fungsinya dalam membuat regulasi. Kali ini kembali lontaran pedas diutarakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Mahfud MD juga melaporkan pemalsuan surat MK soal hasil pemilu legislatif tahun 2009 yang diduga melibatkan mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPK) Andi Nurpati, yang kini menjabat sebagai juru bicara Partai Demokrat. Tak cuma itu, Mahfud MD juga membongkar adanya pertemuan staf MK dengan M Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat yang kini menjadi tersangka dalam suap proyek wisma atlet Palembang senilai hampir Rp200 miliar. Dari sini juga terungkap adanya calo atau mafia anggaran yang melibatkan Badan Anggaran (Banggar) DPR. Secara langsung atau tidak, Mahfud MD punya andil dalam membongkar kasus besar, yakni mafia pemilu, mafia anggaran, dan bisa jadi kini berlanjut pada mafia jual-beli pasal, sama-sama melibatkan anggota dewan. Memang, dalam hal pembuatan UU yang menjadi kewenangan DPR ini sangat sarat kepentingan. Kasus yang sempat mencuat sebelumnya adalah hilangnya ayat tembakau dalam RUU Kesehatan. Namun, hingga kini kasus yang menyeret Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning, tak jelas juntrungannya. Menanggapi isu jual beli pasal dalam penyusunan UU ini, Partai Demokrat meminta pihak kepolisian untuk segera menindak oknum-oknum anggota dewan yang terlibat. "Pelanggaran apapun harus ditindak tegas. Polisi harus segera menanggapi laporan Pak Mahfud ini. Apalagi ini Pak Mahfud yang bilang, dia bos MK. Polisi harus mengantisipasi dan menindaklanjuti. Polisi tidak perlu diajarin lah, tahu apa yang harus dilakukan," ujar Wakil Sekjen Partai Demokrat, Ramadhan Pohan di Gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (17/11/2011). Menurut Ramadhan, praktik jual-beli pasal saat pembahasan UU merupakan bentuk pelanggaran hukum yang harus dibawa ke ranah penyidikan dan penyelidikan oleh pihak kepolisian. "Pidana harus dilakukan ke penyelidikan. Politik berwacana tidak apa-apa, tapi kalau penegakan hukum tidak bisa diwacanakan. Jangan dibiarkan itu merupakan pelanggaran hukum sendiri," tutur anggota Komisi II DPR ini. Ramadhan melihat pernyataan Ketua MK Mahfud MD tersebut mengerikan, lantaran membongkar adanya praktik jual beli pasal di DPR. Ramadhan meminta hal itu diusut. "Tidak bisa ada pelanggaran hukum dibiarkan berlangsung di depan mata. Jual-beli pasal itu mengerikan sekali, seolah ini negeri mafia. Itu bertentangan kita sebagai negara hukum," katanya. Ramadhan mengaku tidak pernah melihat secara langsung praktik jual beli pasal. Menurutnya itu hanya sebuah gosip. "Saya tidak pernah lihat itu. Saya tidak pernah dengar. Itu hanya gosip-gosip saja," tandasnya. Ketua DPR Marzuki Alie menilai tudingan tentang jual-beli pasal undang-undang di DPR lebih banyak dipolitisasi. Sebab kata Marzuki, dirinya tidak mengetahui maksud dari tudingan yang dilancarkan ke DPR tersebut. "Tanya saja Mahfud, niatnya bagaimana," ujar Marzuki. Sejak tudingan itu dilancarkan ke DPR, dia telah meminta pihak yang bersangkutan untuk menyampaikannya ke DPR. Akan tetapi pihak yang bersangkutan enggan menyerahkannya. Alasannya, karena hal itu hanya sebatas forum ilmiah yang disampaikan di kampus-kampus. Sebelumnya, Mahfud MD menyebut seorang mantan menteri diduga pernah melakukan praktik jual-beli pasal dalam pembuatan undang-undang. Kasus tersebut itu terjadi saat dirinya menjabat ketua Badan Legislasi DPR. Dia bercerita, saat itu ada menteri yang rancangan undang-undangnya tidak disetujui pemerintah. Undang-undang yang diusulkan tersebut juga tidak masuk program legislasi nasional usulan pemerintah. Namun, karena undang-undang itu diduga pesanan, menteri mencari jalan pintas dengan meminta bantuan anggota DPR agar usulan undang-undang tersebut menjadi rancangan DPR. “Kemudian dia (menteri yang bersangkutan) menghubungi 13 anggota DPR suruh tanda tangan sebagai usul pembuatan UU (undang-undang) atas inisiatif DPR. Padahal, yang buat (usulan UU) menteri, karena tidak lolos di presiden, masuk melalui DPR dengan jalan minta (bantuan) 13 anggota DPR,” ungkap Mahfud MD dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa 15 November 2011. Menurut Mahfud, praktik jual-beli pasal undang-undang nyata-nyata terjadi. Karena itu, dia menilai banyaknya perkara uji materi undang-undang yang masuk ke MK juga diduga karena pembuatan undang-undang tidak sesuai koridor yang berlaku. “Sejak berdiri pada 2003, MK hingga kini menerima 406 pengujian UU, dan 97 di antaranya dikabulkan karena inkonstitusional. Itu bisa terjadi karena ada jual-beli orang yang berkepentingan dengan suatu UU,” katanya. Mahfud juga mengatakan, ada yang menggunakan dana kantor sampai Rp100 miliar untuk menggolkan satu undang-undang. Dia mengaku tahu soal kasus penghilangan satu pasal tentang tembakau dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan. Ketika ditanya apakah memang separah itu pembuatan undang-undang di DPR, Mahfud mengatakan, sebenarnya bisa lebih parah dari yang dia ungkapkan. “Yang sebenarnya terjadi di luar itu lebih parah. Malah dalam proses pembuatan hukum dalam penegakan hukum itu jauh lebih parah,” ucapnya.

Comments